MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA/WALI MURID DAN GURU DI SEKOLAH ALQURAN
Education Focus Study
MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI
ANTARA ORANGTUA/WALI MURID DAN GURU
DI SEKOLAH ALQURAN
(Studi Kasus di TKQu & SDQu Kota Bandung)
ABSTRAK
Penelitian ini fokus pada manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru di Sekolah AlQuran. Penelitian dilakukan di TKQu (TK AlQuran/Taman AlQuran) dan SDQu (SD AlQuran) yang beralamat di Komplek LPTQ Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Prosedur yang digunakan dalam menganalisis data dengan menggunakan ringkasan analisis manajemen konflik dan komunikasi. Subjek penelitian pada Kepala Sekolah TKQu dan SDQu, Ketua POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), Sampel Guru Quran di TKQu dan SDQu, Sampel Guru Akademik di TKQu dan SDQu, dan sampel Orangtua/Wali Murid TKQu dan SDQu. Setelah data diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung, peneliti menganalisa secara kualitatif melalui klasifikasi data atau intrepretasi data. Masalah pokok yang dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, konflik apa saja yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, bagaimana proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung cukup efektif dengan guru akademik, namun masih perlu ditingkatkan bagi guru AlQuran, sedangkan konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap, pelayanan SDM di sekolah, pergantian pengajar yang terlalu cepat memaksa siswa untuk beradaptasi berkali-kali, perkembangan anak, serta keamanan sekolah dan kontrol siswa di sekolah. Adapun proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk tabayyun dan diskusi terkait permasalah, terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya peningkatan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
Kata Kunci: Manajemen Konflik, Komunikasi, Orangtua/Wali Murid, Guru.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah komponen terpenting dalam sebuah sekolah, proses pendidikan tidak akan terjadi di sekolah tanpa adanya sosok pendidik atau guru. Guru dituntut untuk memiliki beberapa kompetensi, diantaranya kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Salah satu kompetensi yang perlu digarisbawahi adalah kompetensi sosial, karena guru berhubungan langsung dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, orangtua atau wali peserta didik, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.
Pada Pasal 28 Ayat (3) Butir d dalam Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif. Diperjelas dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang kompetensi sosial yang harus dimiliki guru diuraikan secara perinci sebagai berikut: (1) Terampil berkomunikasi dengan peserta didi dan orangtua peserta didik; (2) Bersikap simpatik; (3) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah; (4) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan; (5) Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya).
Komunikasi yang baik akan berdampak positif terhadap hubungan antara dua orang atau lebih. Sebaliknya, komunikasi yang kurang baik akan berdampak negatif, bahkan tidak sedikit konflik terjadi karena adanya kesalahpahaman dalam komunikasi. Seperti konflik yang telah terjadi di sebuah sekolah tahfizh AlQuran di Kota Bandung, dalam hal ini TKQu (TK AlQuran/Taman Quran) dan SDQu (SD AlQuran). Konflik terbesar yang pernah dihadapi oleh SDQu karena faktor komunikasi adalah saat diadakan program TARKIZ untuk kelas 4 SDQu di Tahun Ajaran 2016/2017.
Saat program itu terlangsung, banyak komplain dan kekecewaan dari orangtua kepada pihak sekolah. Dampak dari kesalahpahaman komunikasi menyebabkan 10 dari 14 siswa kelas 4 dipindahkan oleh orangtua ke sekolah lain, sehingga menyisakan 4 siswa. Saat konflik terjadi, Kepala Sekolah mengaku mengalami penyakit migrain karena selalu memikirkan masalah tersebut.
Selain di SDQu, ada pula konflik yang terjadi di TKQu, ketika pergantian Kepala Sekolah di Tahun Ajaran 2017/2018, ada 10 dari 37 siswa yang dipindahkan oleh orangtua mereka ke sekolah lain. Setelah dikonfirmasi kepada orangtua yang menyekolahkan anaknya di SDQu dan TKQu, terungkap beberapa fakta sebagai berikut: Cara komunikasi guru di SDQu dan TKQu secara umum masih kurang humanis. Saat tamu datang, menampakan wajah datar dan tidak ada sambutan hangat. Pendaftaran belum ada SOP, membuat yang baru datang pertama kali sering kebingungan harus menemui siapa. Buku komunikasi kurang aktif, sering ada informasi mendadak, seharusnya semua dikomunikasikan dengan baik. Saat ada konflik anak rewel atau melakukan kesalahan, cara penanganan masih belum dapat dibenarkan, sehingga orang tua tidak puas dan memindahkan anak dari sekolah.
Untuk menyelesaikan konflik dan masalah komunikasi, perlu adanya manajemen konflik. Dengan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu penelitian tentang “Manajemen Konflik dan Komunikasi antara Orangtua/Wali Murid dan Guru di Sekolah AlQuran (Studi Kasus di TKQu dan SDQu Kota Bandung)”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah tersebut, maka masalah ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian: Bagaimana efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, konflik apa saja yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, bagaimana proses manajemen konflik antara guru dan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung, mendeskripsikan konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung dan proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat, baik secara akademis maupun praktis: Secara akademis, diharapkan dari penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan, terutama tentang manajemen konflik dan komunikai di berbagai lembaga, terutama lembaga pendidikan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar pijakan bagi peneliti lain yang membahas tentang manajemen konflik dan komunikasi. Secara praktis, diharapkan dari penelitian ini dapat membantu para guru dan orangtua murid untuk meningkatkan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
E. Batasan Masalah
Agar pembahasan yang akan dipaparkan oleh peneliti lebih fokus, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti tentang manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
F. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian yang akan dilakukan adalah manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Kemudian dihubungkan dengan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang kompetensi sosial yang harus dimiliki guru diuraikan secara perinci sebagai berikut: (1) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah. (2) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan. (3) Bersikap simpatik. (4) Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya). (5) Terampil berkomunikasi dengan murid dan orangtua/wali murid.
Kemudian dihubungkan dengan RPP tentang guru, kompetensi sosial merupakan kemampunya guru dalam: (1) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua/wali murid. (2) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (3) Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
Ditambahkan dengan kompetensi sosial guru menurut Slamet (dalam Sagala, 2009: 38) terdiri dari sub kompetensi, yaitu: (1) Membangun kerja tim yang dinamis, kompak, dan cerdas. (2) Melaksanakan kerjasama secara harmonis. (3) Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan. (4) Memiliki kemampuan menundukan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat. (5) Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik. (6) Melaksanakan komunikasi secara efektif dan dan menyenangkan. (7) Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Menurut Coser, konflik dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Konflik realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditunjukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Cntohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikan. (2) Konflik Non-Realistis, konflik yang bukan besasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf melakukan pembalasan dendam dengan cara melalui ilmu gaib seperti santet, sebagaimana masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka. Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi.
Konflik terjadi di berbagai organisasi, pemicu adanya konflik diantaranya adalah: persaingan mendapatkan sumber langka, ketergantungan pekerjaan, masalah status, kekaburan bidang tugas, rintangan komunikasi, serta sifat individu tertentu. Tanggapan yang ditampakan oleh pihak yang terlibat konflik meliputi: tawar menawar, panarikan diri, penghalusan (smoothing), bujukan (persuasi), paksaan, serta pemecahan masalah bersama. Jika kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak dapat menyelesaikan masalah, maka dapat meminta bantuan pada pihak ketiga. Bentuk bantuan pihak ketiga meliputi: arbitrasi, mediasi, dan konsultasi proses.
Konflik dapat memiliki konsekuensi positif maupun negatif bagi organisasi. Manajemen konflik yang efektif menuntut pemeliharaan tingkat konflik yang optimal, serta meminimalisir akibat yang tidak diinginikan. Pendekatan yang bisa digunakan untuk mengatur konflik diantaranya: penetapan peraturan serta prosedur keputusan standard, mengubah pengaturan arus kerja dan ketergantungan pekerjaan, mengubah sistem ganjaran, memperluas perwakilan dalam proses pembentukan kebijaksanaan, mengupayakan campur tangan pihak ketiga, dan melatih pegawai bagaimana menangani konflik. Para pemandu yang berhasil adalah yang memiliki peran dan keahlian yang relevan, orientasi yang seimbang, dan sifat-sifat pribadi yang membantunya dalam mengatur struktur hubungan antar unit serta meningkatkan kerjasama.
Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi antara pihak pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk dalam pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi termasuk tingkah laku dari pelaku maupun pihak luar dan bagaiman amereka mempengaruhi dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukanny adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin bertujuan untuk menyelesaikan konflik, sehingga menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memanej konflik dalam organisasi. Yaitu dengan menetapkan peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif, menekankan perlakuan yang jujur terhadap pegawai, serta meredakan permusuhan yang dapat diramalkan. Kemudian mengubah peraturan arus kerja, disain pekerjaan, batas-batas bidangkerja serta aspek-aspek lain dari hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok. Selain itu juga mengubah sistem ganjaran untuk mendorong persaingan dan kerjasama. Lebih baik lagi, jika ada upaya untuk mendirikan posisi-posisi khusus yang bertanggungjawab untuk mediasi, arbitrasi atau juru damai pihak ketiga agar dapat mempermudah penyelesaian jenis-jenis konflik yang dapat diramalkan. Tidak ada salahnya memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang mempunyai orientasi tujuan yang berlainan terwakili dalam kelompok pembuat kebijaksanaan (misalnya, wakil-wakil buruh dalam dewan direktur, wakil-wakil mahasiswa dalam senat fakultas, dll). Dalam sebuah sekolah, perlu diberikan pelatihan mengenai penggunaan yang tepat untuk mengatasi konflik, terutama bagi kepala sekolah dan jajarannya.
Efektifitas Komunikasi
Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang artinya sama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi jika ada kesamaan antara pengirim pesan dan penerima pesan. Maka dari itu, komunikasi bergantung pada kemampuan saling memahami antara satu dengan yang lain. komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya komunikasi dilakukan secara verbal (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Jika tidak ada bahasa verbal yang dimengerti keduanya, komunikasi dapat dilakukan dengan gerakan, seperti tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Ada tiga model komunikasi yang paling utama, (1) Model komunikasi linear yang dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam bukunya The Mathematical of Communication. Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon yang melalui saluran. (2) Model Interaksional yang dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah, di antara para komunikator, dari pengirim ke penerima pesan. Para peserta komunikasi menurut model ini adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial. (3) Model Transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Komunikasi ini adalah proses kooperatif, pengirim dan penerima pesan sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektifitas komunikasi yang terjadi. Berikut ini adalah bambar komunikasi transaksional.
Gambar I
Model Komunikasi Transaksional
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi
Keterangan dari model transaksional di atas adalah source/sender adalah sumber komunikasi atau pengirim pesan/komunikator, melalui channel (saluran) yang merupakan media di mana pesan disampaikan kepada komunikan dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara. Kemudian message (pesan) sampai kepada penerima pesan/receiver/komunikan, setelah itu penerima pesan memberikan feedback (umpan balik/tanggapan).
Efektifitas komunikasi dalam organisasi dapat ditingkatkan dengan merancang jaringan-jaringan komunikasi yang dapat memperoleh dan membagikan informasi yang relevan pada pembuat kebijakan. Mengadakan penilaian secara sistematik terhadap efektifitas komunikasi lebih baik daripada menunggu kehancuran komunikasi. Sejumlah kegagalan komunikasi sering terbukti merupakan gejala dari jenis masalah yang berbeda, seperti konflik antar pribadi atau antar kelompok. Ketika masalah yang mendasari konflik telah dipecahkan, maka kesulitan komunikasi mungkin dapat lenyap.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang masalah tersebut telah banyak dilakukan peneliti lain. Berdasarkan tinjauan pustaka, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini:
Marroli J. Indarto, “Manajemen Komunikasi Pemerintah dalam Kebijakan Transparansi Informasi (Studi Evaluasi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik pada Kementrian Komunikasi dan Informatika”, Tesis (tidak dipublikasikan), (Universitas Indonesia, Juni, 2012). Substansi yang dibahas pada penelitian ini adalah: Rendahnya penerapan keterbukaan informasi pada badan publik dan minimnya partisipasi masyarakat menggunakan hak untuk tahu, oleh Karen aitu perlu adanya manajemen komunikasi pemerintah dari Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) yang efektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana metode manajemen dan evaluasi komunikasi pemerintah dalam kebijakan transparansi informasi.
Teori yang dipakainya adalah teori Manajemen komunikasi dengan proses empat langkah, manajemen Cutlip, Center, dan Broom. Metode transparansi Rawlin dan teori pengait yaitu teori pemangku kepentingan. Adapun metodologinya menggunakan paradigm positivis dengan perspektif manajemen pada pendekatan kualitatif studi kasus.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi pemerintah sudah menerapkan metode manajemen dalam menganalisis dimensi transparansi dan belum maksimal. Disimpulkan bahwa manajemen komunikasi pemerintah mempunyai perencanaan yang komperhensif dan terstruktur, akan tetapi ada kelemahan dalam melakukan identifikasi masalah, aksi, dan komunikasi serta evaluasi.
Choerul Anwar, “Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif”, Jurnal (dipublikasikan), (JURNAL INTERAKSI, Vol 4 No 2, Juli 2015 : 148 - 157). Substansi yang dibahas pada penelitian ini adalah tentang perilaku buruk yang dilakukan oleh seorang karyawan ddalam sebuah organisasi akan menghambat komunikasi yang terjadi antar anggotanya. Di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia terdapat beragam perilaku buruk yang ditemukan, diantaranya adalah agresi kejahatan, penipuan, ketidaksopanan, sabotase dan pencurian. Komunikasi berarti memberikan informasi dan mendistribusikannya kepada para anggota organisasi, jika distribusi tersebut terhambat karena adanya perilaku buruk yang dilakukan oleh seseorang atau salah satu karyawan, maka komunikasi yang terjalin menjadi tidak efektif. Dalam jangka panjang akan menimbulkan prasangka dan berujung pada konflik dalam internal perusahaan.
Teori yang dipakainya adalah teori manajemen konflik dan dampak komunikasi positif dan negatif. Adapun metodologinya adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan perilaku buruk perlu dilakukan seseorang dalam internal organisasi atau perusahaan. Komunikasi yang efektif sangat penting karena menentukan ketepatan dalam berkomunikasi sehingga meminimalisir kesalahpahaman dan pernafsiran yang salah. Dengan menerapkan prinsip REACH (respect, empathy, audible, clarity, and humble) tujuanny adalah agar komunikasi yang disampaikan oleh komunikator mampu meraih perhatian, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif.
Dari beberapa penelitian sebelumnya itu, dapat dikatakan bahwa penelitian ini relatif baru, baik dari segi subtansi, teori, maupun metodologi keilmuannya.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan (Bungin, 2001 : 18). Objek atau sasaran penelitian dibatasi agar data yang diambil dapat diolah sebanyak mungkin dengan meminimalisir kemungkinan pelebaran penelitian. Oleh karena itu, kredibilitas peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini (Bungin, 2001: 26).
Penelitian ini juga mengintepretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan di lapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada. Dalam penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada, penulis mencoba menjabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek penelitian.
Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana manajemen konflik dan komunikasi antara guru dan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung. Unutk itu peneliti akan menyebarkan angket atau kuisioner dan wawancara mendalam terhadap guru, orangtua, dan kepala sekolah. Selain itu, observasi lapangan juga akan dilakukan di saat ada agenda sekolah yang melibatkan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
B. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di TKQu (TK AlQuran/Taman Quran) dan SDQu (SD AlQuran) yang beralamat di Komplek LPTQ Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat.
C. Sampel Sumber Data
Teknik pemilihan informan merupakan cara menentukan sampel yang dalam penelitian kualitatif disebut informan. Dalam penelitian kualitatif sampel diambil secara purposive dengan maksud tidak harus mewakili seluruh populasi, sehingga sampel mempunyai pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian. Apabila menggunakan wawancara sampel diambil dari beberapa kejadian, apabila menggunakan observasi. Apabila menggunakan teknik dokumentasi, sampel dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasasti, legenda, dan sebagainya (Bungin, 2001 : 173).
Menurut Meolong (1999: 165), sampel diartikan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Sehingga tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya digeneralisasikan. Tapi untuk merinci kekhususan yanga ada ke dalam ramuan konteks yang unik dari informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Informan adalah orang yang berada dalam lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia harus banyak pengalaman tentang penelitian dan secara sukarela menjadi anggota tim meskipun tidak secara formal, mereka dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.
Adapun cara untuk memilih informan yang dilakukan oleh peneliti pada langkah awal yaitu peneliti lebih memperdalam gambaran manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua dan guru. Untuk itu, orangtua dan guru yang bersangkutan akan dijadikan sampel dalam penelitian. Juga dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu kepada kepala sekolah dan forum POMG (Pertemuan Orangtua Murid dan Guru) untuk mendapatkan informasi yang akan menggambarakan tentang orang-orang yang telah dipilih sebagai sampel.
Selanjutnya menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan beberapa orang sampai dirasa cukup sebagai sampel dalam penelitian. Dengan bekal informasi awal, peneliti melakukan observasi secara mendalam melalui wawancara dengan orang-orang yang telah ditetapkan sebagai sampel. Hal ini untuk menguji kebenaran informasi yang telah diperoleh dan untuk mendapatkan sampel secara pasti dengan menggunakan metode wawancara.
Secara kualitatif, informan berhadapan langsung dengan kondisi dan situasi penelitian. Pengambilan sampel didasarkan pada kecukupan jumlah informasi atau kecukupan jumlah data untuk data yang dibutuhkan dan bukan banyaknya sampel atau informasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu : Observasi,wawancara, dan Studi Dokumen.
Pertama, observasi atau pengamatan langsung dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan sifat penelitian, karena mengadakan pengamatan langsung atau pengamatan terlibat, dimana peneliti juga menjadi instrument atau alat dalam penelitian. Sehingga peneliti harus mencari dari sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.
Cara observasi yang paling efektif adalah melengkapinya dengan pedoman pengamatan seperti format atau blangko pengamatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Setelah itu, peneliti sebagai pengamat memberikan tanda ceklis pada kolom yang dikehendaki pada format tersebut. Pada bagian ini, peneliti menjadi bagian dari setiap aktivitas yang ada dalam organisasi sasaran, dalam metode observasi ini peneliti memilih jenis observasi: masalah yang ada. Peneliti melakukan observasi tentang manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua dan guru di TKQu dan SDQu. Berikut ini adalah daftar objek pengamatan atau observasi peneliti:
Kedua wawancara, menurut Robert Kahn dan Channel adalah suatu pola khusus dari sebuah interaksi yang dimulai secara lisan untuk suatu tujuan tertentu dan difokuskan pada daerah konten yang spesifik dengan suatu proses eliminasi dari bahan-bahan yang tidak ada hubungannya secara berkelanjutan, jadi hanya bersifat sementara. Pada metode ini, peneliti dan responden berhadapan langsung peneliti dan responden berhadapan langsung untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa pihak, diantaranya: Kepala Sekolah TKQu dan SDQu, Ketua POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), Sampel Guru Quran di TKQu dan SDQu, Sampel Guru Akademik di TKQu dan SDQu, Orangtua/Wali Murid TKQu dan SDQu.
E. Teknik Analisa Data
Setelah data diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung, peneliti menganalisa secara kualitatif melalui klasifikasi data atau intrepretasi data. Analisa diskriptif yang disajikan dalam bentuk nasari yang menceritakan bagaimana manajemen konflik dan komunikasi di TKQu dan SDQu.
IV. HASIL DAN ANALISA
Setelah mengadakan observasi, wawancara, dan studi dokumen, peneliti menemukan bahwa komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung cukup efektif dengan guru akademik, namun masih perlu ditingkatkan bagi guru AlQuran. Faktor penyebabnya adalah tingkat kepercayaan diri dan faktor pengalaman. Peneliti menemukan bahwa guru akademik sudah melewati jenjang S-1 pendidikan, ada kepercayaan diri dan pemahaman yang lebih detail dalam komunikasi dengan orangtua/wali murid, ditambah lagi dengan pengalaman yang lebih banyak dan telah mengajar di beberapa sekolah sebelum mengajar di Taman Quran atau SD AlQuran, sedangkan guru AlQuran jenjang pendidikan tertinggi adalah SMA. Mereka adalah lulusan pesantren Pondok Quran yang dibekali hafalan Quran, namun masih membutuhkan bimbingan mengenai metode mengajar dan cara berkomunikasi, baik dengan siswa maupun dengan orangtua/wali murid. Terdapat situasi-situasi dimana komunikasi menciptakan konflik bila persyaratan komunikasi tidak terpenuhi.
Konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap, TKQu dan SDQu masih menyewa bangunan milik LPTQ yang terletak di Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat. TKQu dalam sejarahnya mengalami beberapa kali perpindahan tempat, pertama tahun 2015 di LPTQ Jabar, kemudian tahun 2016 dipindahkan ke Jl. Boling No. 27 Arcamanik, setahun berikutnya pindah ke Jl. Atletik Arcamanik, kemudian di tahun 2018 pindah lagi ke Komplek LPTQ lagi. Sebenarnya pihak Yayasan Sekolah AlQuran yang menaungi TKQu dan SDQu telah berusaha untuk mencari lokasi yang tepat dan sesuai untuk mendirikan bangunan sekolah. Namun, sampai saat ini, belum menemukan lokasi yang sesuai. Pelayanan SDM menjadi hal yang disoroti orangtua, terutama dalam hal kontrol siswa di sekolah dan penanganan dalam perkembangan siswa. Mengingat belum ada pagar pembatas sekolah sehingga siswa dapat bermain cukup jauh dari area sekolah (komplek LPTQ cukup luas untuk usia anak-anak).
Satu konflik klasik yang ditemukan oleh peneliti, selalu terjadi setiap tahun bahkan pertengahan semester di TKQu dan SDQu adalah pergantian pengajar yang terlalu cepat sehingga memaksa siswa untuk beradaptasi berkali-kali. Pengajar yang dimaksud di sini adalah pengajar AlQuran. Yayasan Sekolah AlQuran merekrut guru Quran dari Pesantren Pondok Quran, guru Quran ini adalah santri dari Pesantren Pondok Quran yang sedang menjalani masa pengabdian. Maka, ketika masa pengabdian berakhir, secara otomatis, pihak SDM Yayasan Sekolah AlQuran mencari guru pengganti, bagi anak usia SD yang sudah merasakan kenyamanan dengan seorang guru, maka akan sangat kehilangan jika guru tersebut meninggalkannya. Bahkan, terdapat kasus sampai anak enggan menghafal kepada guru pengganti. Hal ini sering disayangkan oleh pihak orangtua/wali murid, terutama bagi anaknya yang terkena dampak dari pergantian guru Quran. Dampak yang paling jelas terlihat dari diri anak adalah progress hafalan yang stagnan dan tidak segera meningkat karena guru Quran baru perlu melakukan adaptasi, terutama dari sisi psikologis anak. Bahkan, dari sisi Yayasan Sekolah AlQuran sendiri perlu mengeluarkan energy ekstra untuk melakukan pelatihan berulang bagi guru-guru Quran yang mengalami pergantian. Jika pelatihan belum sempat dilaksanakan, maka guru Quran dituntut untuk mandiri mengupgrade diri dan banyak mencari informasi terkait tugas yang dijalankannya. Peneliti telah melihat adanya usaha dalam pembinaan guru Quran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah TKQu dan SDQu.
Proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk tabayyun (karifikasi) dan diskusi terkait permasalah, sekolah terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Jika ada orangtua/wali murid komplain kepada seorang guru, maka guru berusaha menjawab komplain yang ada dengan sebaik-baiknya, namun jika masalah yang disampaikan orangtua berkaitan dengan kebijakan sekolah, maka yang dilakukan adalah membawa masalah ke forum rapat guru untuk dibicarakan dan dicari solusi permasalannya.
V. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengambil kesimpulan bahwa guru perlu diberi pelatihan lebih intensif terkait manajemen konflik dan komunikasi dengan orangtua, lebih ditekankan lagi untuk guru Quran. Konflik-konflik yang pernah terjadi, baik di TKQu maupun SDQu perlu didokumentasikan untuk jadi pelajaran bagi seluruh guru agar tidak terjadi pengulangan sejarah (pengulangan konflik), sehingga dalam hal ini orangtua/wali murid tidak perlu melakukan komplain berulang, karena setiap catatan yang sudah dibuat orangtua/wali murid telah diselesaikan oleh pihak sekolah. Konflik terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap terutama bangunan sekolah, menuntut usaha yang lebih keras, terutama oleh tim sarana prasarana dari pihak Yayasan Sekolah AlQuran. Catatan orangtua/wali murid tentang pelayanan SDM di sekolah, dapat diatasi dengan menumbuhkan kesadaran tentang pelayanan maksimal dan pengadaan pembinaan guru secara berkala.
Proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk diskusi terkait permasalah, terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Proses ini menurut peneliti sudah baik untuk dilanjutkan, dengan semangat tabayyun (mencari kebenaran dan melakukan klarifikasi), hal ini meminimalisir adanya prasangka buruk antara kedua belah pihak.
Demikian kesimpulan dari hasil penelitian mengenai manajemen konflik dan komunikasi di Sekolah AlQuran (TKQu dan SQU Bandung). Peneliti berharap, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya peningkatan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Anwar, Choerul. 2015. “Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif”. Jurnal INTERAKSI. Vol 4 No 2 : 148 - 157
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Bolano, Aswin Ahdir. 2013. Status Hadist tentang Mahkota Orangtua Penghafal AlQuran. Dikutip dari http://aktivis-dakwah.blogspot.com/2013/04/status-hadits-tentang-mahkota-orang-tua.html pada tanggal 22 Juni 2018.
Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Garfindo Persada.
Coser, Lewis. 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press.
Gerungan, W.A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika aditama.
Hayes, Andrew F. 2005. Statistical Methods for Communication Science. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Hendyat Soetopo. Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek.
https://www.kajianpustaka.com/2016/03/kompetensi-sosial.html?m=1, diakses tanggal 26 Juni 2018
Ibnu Salam, Ahmad Hawin. 2016. “Penerapan Program Tahfizh Berjenjang untuk Mencetak Penghafal AlQuran”. Penelitian di Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Indarto, Marroli J. 2012. “Manajemen Komunikasi Pemerintah dalam Kebijakan Transparansi Informasi (Studi Evaluasi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik pada Kementrian Komunikasi dan Informatika.” Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kaplan, Andreas M & Michael Haenlein. 2010. Users of the Word, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons.
Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran
"komunikasi - Wiktionary bahasa Indonesia". id.wiktionary.org. Diakses tanggal 2017-10-13.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Pajajaran.
Larry Gonick. 2007. Kartun (non) Komunikasi, guna dan salah guna informasi dalam dunia modern. Kepustakaan Populer Gramedia,. (diterjemahkan dari Guide to (non) Communication HarperClollins Publisher, Inc copyright 1993. ISBN 978-979-9100-75-7
Littlejohn, Stephen & Karen Foss. 2009. Encyclopedia of Communication Theory. Sage Publisher. California
"Leadership and Organizational Behavior" (dalam bahasa Inggris). 2016-03-10. Diakses tanggal 2017-10-13.
Martin, Judith & Thomas Nakayama. 2003. Intercultural Communication in Contexts 3rd Edition. Mc Graw Hill. NY, USA
Nindito, Stephanus. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial. JIK Vol. 2 nomor 1 Juni 2005
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rochmawati, Lusa. 2009. Faktor yang mempengaruhi komunikasi. Jakarta : Gramedia
Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi: Perspektif,Ragam, & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Ruben Brent D dan Lea P Stewart. 2006. Communication and Human Behavior. United States: Allyn and Bacon
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Soekanto. 2002. Interaksi Sosial. Yogyakarta: Kencana Setia.
West, Richard & Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory. Third Edition. Singapore: The McGrow Hill companies.
Wexley, Kenneth N. dan Gary A. Yuki. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wiryanto,Dr. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jilid I. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
__________ 2008. Theories of Human Communication, 9th Edition. Thomson Wadsworth. Belmont. California
PERSONEL PELAKSANA PENELITIAN
Nama : RIZKA DWI SEFTIANI
NIM : 2170060063
PROGRAM : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TTL : NGAWI, 11 SEPTEMBER 2018
https://www.kompasiana.com/fardan55513
MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI
ANTARA ORANGTUA/WALI MURID DAN GURU
DI SEKOLAH ALQURAN
(Studi Kasus di TKQu & SDQu Kota Bandung)
Diajukan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah
Tingkat Pascasarjana UIN Bandung.
Penyelenggara Kegiatan
Forum Mahasiswa Pascasarjana (FORMACA) UIN SGD Bandung.
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Pada Semester Ganjil Tahun Akademik 2018/2019
Oleh:
RIZKA DWI SEFTIANI
2170060063
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2018 M/1439 H
MANAJEMEN KONFLIK DAN KOMUNIKASI
ANTARA ORANGTUA/WALI MURID DAN GURU
DI SEKOLAH ALQURAN
(Studi Kasus di TKQu & SDQu Kota Bandung)
ABSTRAK
Penelitian ini fokus pada manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru di Sekolah AlQuran. Penelitian dilakukan di TKQu (TK AlQuran/Taman AlQuran) dan SDQu (SD AlQuran) yang beralamat di Komplek LPTQ Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Prosedur yang digunakan dalam menganalisis data dengan menggunakan ringkasan analisis manajemen konflik dan komunikasi. Subjek penelitian pada Kepala Sekolah TKQu dan SDQu, Ketua POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), Sampel Guru Quran di TKQu dan SDQu, Sampel Guru Akademik di TKQu dan SDQu, dan sampel Orangtua/Wali Murid TKQu dan SDQu. Setelah data diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung, peneliti menganalisa secara kualitatif melalui klasifikasi data atau intrepretasi data. Masalah pokok yang dideskripsikan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, konflik apa saja yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, bagaimana proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?. Hasil penelitian menunjukan bahwa komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung cukup efektif dengan guru akademik, namun masih perlu ditingkatkan bagi guru AlQuran, sedangkan konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap, pelayanan SDM di sekolah, pergantian pengajar yang terlalu cepat memaksa siswa untuk beradaptasi berkali-kali, perkembangan anak, serta keamanan sekolah dan kontrol siswa di sekolah. Adapun proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk tabayyun dan diskusi terkait permasalah, terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya peningkatan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
Kata Kunci: Manajemen Konflik, Komunikasi, Orangtua/Wali Murid, Guru.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah komponen terpenting dalam sebuah sekolah, proses pendidikan tidak akan terjadi di sekolah tanpa adanya sosok pendidik atau guru. Guru dituntut untuk memiliki beberapa kompetensi, diantaranya kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Salah satu kompetensi yang perlu digarisbawahi adalah kompetensi sosial, karena guru berhubungan langsung dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, orangtua atau wali peserta didik, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.
Pada Pasal 28 Ayat (3) Butir d dalam Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif. Diperjelas dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang kompetensi sosial yang harus dimiliki guru diuraikan secara perinci sebagai berikut: (1) Terampil berkomunikasi dengan peserta didi dan orangtua peserta didik; (2) Bersikap simpatik; (3) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah; (4) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan; (5) Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya).
Komunikasi yang baik akan berdampak positif terhadap hubungan antara dua orang atau lebih. Sebaliknya, komunikasi yang kurang baik akan berdampak negatif, bahkan tidak sedikit konflik terjadi karena adanya kesalahpahaman dalam komunikasi. Seperti konflik yang telah terjadi di sebuah sekolah tahfizh AlQuran di Kota Bandung, dalam hal ini TKQu (TK AlQuran/Taman Quran) dan SDQu (SD AlQuran). Konflik terbesar yang pernah dihadapi oleh SDQu karena faktor komunikasi adalah saat diadakan program TARKIZ untuk kelas 4 SDQu di Tahun Ajaran 2016/2017.
Saat program itu terlangsung, banyak komplain dan kekecewaan dari orangtua kepada pihak sekolah. Dampak dari kesalahpahaman komunikasi menyebabkan 10 dari 14 siswa kelas 4 dipindahkan oleh orangtua ke sekolah lain, sehingga menyisakan 4 siswa. Saat konflik terjadi, Kepala Sekolah mengaku mengalami penyakit migrain karena selalu memikirkan masalah tersebut.
Selain di SDQu, ada pula konflik yang terjadi di TKQu, ketika pergantian Kepala Sekolah di Tahun Ajaran 2017/2018, ada 10 dari 37 siswa yang dipindahkan oleh orangtua mereka ke sekolah lain. Setelah dikonfirmasi kepada orangtua yang menyekolahkan anaknya di SDQu dan TKQu, terungkap beberapa fakta sebagai berikut: Cara komunikasi guru di SDQu dan TKQu secara umum masih kurang humanis. Saat tamu datang, menampakan wajah datar dan tidak ada sambutan hangat. Pendaftaran belum ada SOP, membuat yang baru datang pertama kali sering kebingungan harus menemui siapa. Buku komunikasi kurang aktif, sering ada informasi mendadak, seharusnya semua dikomunikasikan dengan baik. Saat ada konflik anak rewel atau melakukan kesalahan, cara penanganan masih belum dapat dibenarkan, sehingga orang tua tidak puas dan memindahkan anak dari sekolah.
Untuk menyelesaikan konflik dan masalah komunikasi, perlu adanya manajemen konflik. Dengan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu penelitian tentang “Manajemen Konflik dan Komunikasi antara Orangtua/Wali Murid dan Guru di Sekolah AlQuran (Studi Kasus di TKQu dan SDQu Kota Bandung)”.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah tersebut, maka masalah ini dapat dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian: Bagaimana efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, konflik apa saja yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung?, bagaimana proses manajemen konflik antara guru dan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektifitas komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung, mendeskripsikan konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung dan proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat, baik secara akademis maupun praktis: Secara akademis, diharapkan dari penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan, terutama tentang manajemen konflik dan komunikai di berbagai lembaga, terutama lembaga pendidikan. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar pijakan bagi peneliti lain yang membahas tentang manajemen konflik dan komunikasi. Secara praktis, diharapkan dari penelitian ini dapat membantu para guru dan orangtua murid untuk meningkatkan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
E. Batasan Masalah
Agar pembahasan yang akan dipaparkan oleh peneliti lebih fokus, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti tentang manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
F. Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian yang akan dilakukan adalah manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua/wali murid dan guru yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Kemudian dihubungkan dengan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang kompetensi sosial yang harus dimiliki guru diuraikan secara perinci sebagai berikut: (1) Dapat bekerja sama dengan dewan pendidikan/komite sekolah. (2) Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan. (3) Bersikap simpatik. (4) Memahami dunia sekitarnya (lingkungannya). (5) Terampil berkomunikasi dengan murid dan orangtua/wali murid.
Kemudian dihubungkan dengan RPP tentang guru, kompetensi sosial merupakan kemampunya guru dalam: (1) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua/wali murid. (2) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (3) Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
Ditambahkan dengan kompetensi sosial guru menurut Slamet (dalam Sagala, 2009: 38) terdiri dari sub kompetensi, yaitu: (1) Membangun kerja tim yang dinamis, kompak, dan cerdas. (2) Melaksanakan kerjasama secara harmonis. (3) Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan. (4) Memiliki kemampuan menundukan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat. (5) Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik. (6) Melaksanakan komunikasi secara efektif dan dan menyenangkan. (7) Memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configure yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Menurut Coser, konflik dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Konflik realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditunjukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Cntohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikan. (2) Konflik Non-Realistis, konflik yang bukan besasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf melakukan pembalasan dendam dengan cara melalui ilmu gaib seperti santet, sebagaimana masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka. Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi.
Konflik terjadi di berbagai organisasi, pemicu adanya konflik diantaranya adalah: persaingan mendapatkan sumber langka, ketergantungan pekerjaan, masalah status, kekaburan bidang tugas, rintangan komunikasi, serta sifat individu tertentu. Tanggapan yang ditampakan oleh pihak yang terlibat konflik meliputi: tawar menawar, panarikan diri, penghalusan (smoothing), bujukan (persuasi), paksaan, serta pemecahan masalah bersama. Jika kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak dapat menyelesaikan masalah, maka dapat meminta bantuan pada pihak ketiga. Bentuk bantuan pihak ketiga meliputi: arbitrasi, mediasi, dan konsultasi proses.
Konflik dapat memiliki konsekuensi positif maupun negatif bagi organisasi. Manajemen konflik yang efektif menuntut pemeliharaan tingkat konflik yang optimal, serta meminimalisir akibat yang tidak diinginikan. Pendekatan yang bisa digunakan untuk mengatur konflik diantaranya: penetapan peraturan serta prosedur keputusan standard, mengubah pengaturan arus kerja dan ketergantungan pekerjaan, mengubah sistem ganjaran, memperluas perwakilan dalam proses pembentukan kebijaksanaan, mengupayakan campur tangan pihak ketiga, dan melatih pegawai bagaimana menangani konflik. Para pemandu yang berhasil adalah yang memiliki peran dan keahlian yang relevan, orientasi yang seimbang, dan sifat-sifat pribadi yang membantunya dalam mengatur struktur hubungan antar unit serta meningkatkan kerjasama.
Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi antara pihak pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk dalam pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi termasuk tingkah laku dari pelaku maupun pihak luar dan bagaiman amereka mempengaruhi dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukanny adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin bertujuan untuk menyelesaikan konflik, sehingga menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk memanej konflik dalam organisasi. Yaitu dengan menetapkan peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif, menekankan perlakuan yang jujur terhadap pegawai, serta meredakan permusuhan yang dapat diramalkan. Kemudian mengubah peraturan arus kerja, disain pekerjaan, batas-batas bidangkerja serta aspek-aspek lain dari hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok. Selain itu juga mengubah sistem ganjaran untuk mendorong persaingan dan kerjasama. Lebih baik lagi, jika ada upaya untuk mendirikan posisi-posisi khusus yang bertanggungjawab untuk mediasi, arbitrasi atau juru damai pihak ketiga agar dapat mempermudah penyelesaian jenis-jenis konflik yang dapat diramalkan. Tidak ada salahnya memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang mempunyai orientasi tujuan yang berlainan terwakili dalam kelompok pembuat kebijaksanaan (misalnya, wakil-wakil buruh dalam dewan direktur, wakil-wakil mahasiswa dalam senat fakultas, dll). Dalam sebuah sekolah, perlu diberikan pelatihan mengenai penggunaan yang tepat untuk mengatasi konflik, terutama bagi kepala sekolah dan jajarannya.
Efektifitas Komunikasi
Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang artinya sama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi jika ada kesamaan antara pengirim pesan dan penerima pesan. Maka dari itu, komunikasi bergantung pada kemampuan saling memahami antara satu dengan yang lain. komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya komunikasi dilakukan secara verbal (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Jika tidak ada bahasa verbal yang dimengerti keduanya, komunikasi dapat dilakukan dengan gerakan, seperti tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Ada tiga model komunikasi yang paling utama, (1) Model komunikasi linear yang dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam bukunya The Mathematical of Communication. Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon yang melalui saluran. (2) Model Interaksional yang dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah, di antara para komunikator, dari pengirim ke penerima pesan. Para peserta komunikasi menurut model ini adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial. (3) Model Transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Komunikasi ini adalah proses kooperatif, pengirim dan penerima pesan sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektifitas komunikasi yang terjadi. Berikut ini adalah bambar komunikasi transaksional.
Gambar I
Model Komunikasi Transaksional
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi
Keterangan dari model transaksional di atas adalah source/sender adalah sumber komunikasi atau pengirim pesan/komunikator, melalui channel (saluran) yang merupakan media di mana pesan disampaikan kepada komunikan dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara. Kemudian message (pesan) sampai kepada penerima pesan/receiver/komunikan, setelah itu penerima pesan memberikan feedback (umpan balik/tanggapan).
Efektifitas komunikasi dalam organisasi dapat ditingkatkan dengan merancang jaringan-jaringan komunikasi yang dapat memperoleh dan membagikan informasi yang relevan pada pembuat kebijakan. Mengadakan penilaian secara sistematik terhadap efektifitas komunikasi lebih baik daripada menunggu kehancuran komunikasi. Sejumlah kegagalan komunikasi sering terbukti merupakan gejala dari jenis masalah yang berbeda, seperti konflik antar pribadi atau antar kelompok. Ketika masalah yang mendasari konflik telah dipecahkan, maka kesulitan komunikasi mungkin dapat lenyap.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang masalah tersebut telah banyak dilakukan peneliti lain. Berdasarkan tinjauan pustaka, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini:
Marroli J. Indarto, “Manajemen Komunikasi Pemerintah dalam Kebijakan Transparansi Informasi (Studi Evaluasi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik pada Kementrian Komunikasi dan Informatika”, Tesis (tidak dipublikasikan), (Universitas Indonesia, Juni, 2012). Substansi yang dibahas pada penelitian ini adalah: Rendahnya penerapan keterbukaan informasi pada badan publik dan minimnya partisipasi masyarakat menggunakan hak untuk tahu, oleh Karen aitu perlu adanya manajemen komunikasi pemerintah dari Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) yang efektif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana metode manajemen dan evaluasi komunikasi pemerintah dalam kebijakan transparansi informasi.
Teori yang dipakainya adalah teori Manajemen komunikasi dengan proses empat langkah, manajemen Cutlip, Center, dan Broom. Metode transparansi Rawlin dan teori pengait yaitu teori pemangku kepentingan. Adapun metodologinya menggunakan paradigm positivis dengan perspektif manajemen pada pendekatan kualitatif studi kasus.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi pemerintah sudah menerapkan metode manajemen dalam menganalisis dimensi transparansi dan belum maksimal. Disimpulkan bahwa manajemen komunikasi pemerintah mempunyai perencanaan yang komperhensif dan terstruktur, akan tetapi ada kelemahan dalam melakukan identifikasi masalah, aksi, dan komunikasi serta evaluasi.
Choerul Anwar, “Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif”, Jurnal (dipublikasikan), (JURNAL INTERAKSI, Vol 4 No 2, Juli 2015 : 148 - 157). Substansi yang dibahas pada penelitian ini adalah tentang perilaku buruk yang dilakukan oleh seorang karyawan ddalam sebuah organisasi akan menghambat komunikasi yang terjadi antar anggotanya. Di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia terdapat beragam perilaku buruk yang ditemukan, diantaranya adalah agresi kejahatan, penipuan, ketidaksopanan, sabotase dan pencurian. Komunikasi berarti memberikan informasi dan mendistribusikannya kepada para anggota organisasi, jika distribusi tersebut terhambat karena adanya perilaku buruk yang dilakukan oleh seseorang atau salah satu karyawan, maka komunikasi yang terjalin menjadi tidak efektif. Dalam jangka panjang akan menimbulkan prasangka dan berujung pada konflik dalam internal perusahaan.
Teori yang dipakainya adalah teori manajemen konflik dan dampak komunikasi positif dan negatif. Adapun metodologinya adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan perilaku buruk perlu dilakukan seseorang dalam internal organisasi atau perusahaan. Komunikasi yang efektif sangat penting karena menentukan ketepatan dalam berkomunikasi sehingga meminimalisir kesalahpahaman dan pernafsiran yang salah. Dengan menerapkan prinsip REACH (respect, empathy, audible, clarity, and humble) tujuanny adalah agar komunikasi yang disampaikan oleh komunikator mampu meraih perhatian, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif.
Dari beberapa penelitian sebelumnya itu, dapat dikatakan bahwa penelitian ini relatif baru, baik dari segi subtansi, teori, maupun metodologi keilmuannya.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan (Bungin, 2001 : 18). Objek atau sasaran penelitian dibatasi agar data yang diambil dapat diolah sebanyak mungkin dengan meminimalisir kemungkinan pelebaran penelitian. Oleh karena itu, kredibilitas peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini (Bungin, 2001: 26).
Penelitian ini juga mengintepretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil penelitian yang diperoleh dari informan di lapangan sebagai wacana untuk mendapat penjelasan tentang kondisi yang ada. Dalam penelitian ini juga menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada, penulis mencoba menjabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek penelitian.
Penelitian ini akan menggambarkan bagaimana manajemen konflik dan komunikasi antara guru dan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung. Unutk itu peneliti akan menyebarkan angket atau kuisioner dan wawancara mendalam terhadap guru, orangtua, dan kepala sekolah. Selain itu, observasi lapangan juga akan dilakukan di saat ada agenda sekolah yang melibatkan orangtua di TKQu dan SDQu Kota Bandung.
B. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di TKQu (TK AlQuran/Taman Quran) dan SDQu (SD AlQuran) yang beralamat di Komplek LPTQ Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat.
C. Sampel Sumber Data
Teknik pemilihan informan merupakan cara menentukan sampel yang dalam penelitian kualitatif disebut informan. Dalam penelitian kualitatif sampel diambil secara purposive dengan maksud tidak harus mewakili seluruh populasi, sehingga sampel mempunyai pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang objek penelitian. Apabila menggunakan wawancara sampel diambil dari beberapa kejadian, apabila menggunakan observasi. Apabila menggunakan teknik dokumentasi, sampel dapat berupa bahan-bahan dokumenter, prasasti, legenda, dan sebagainya (Bungin, 2001 : 173).
Menurut Meolong (1999: 165), sampel diartikan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Sehingga tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya digeneralisasikan. Tapi untuk merinci kekhususan yanga ada ke dalam ramuan konteks yang unik dari informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Informan adalah orang yang berada dalam lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia harus banyak pengalaman tentang penelitian dan secara sukarela menjadi anggota tim meskipun tidak secara formal, mereka dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat.
Adapun cara untuk memilih informan yang dilakukan oleh peneliti pada langkah awal yaitu peneliti lebih memperdalam gambaran manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua dan guru. Untuk itu, orangtua dan guru yang bersangkutan akan dijadikan sampel dalam penelitian. Juga dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu kepada kepala sekolah dan forum POMG (Pertemuan Orangtua Murid dan Guru) untuk mendapatkan informasi yang akan menggambarakan tentang orang-orang yang telah dipilih sebagai sampel.
Selanjutnya menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan beberapa orang sampai dirasa cukup sebagai sampel dalam penelitian. Dengan bekal informasi awal, peneliti melakukan observasi secara mendalam melalui wawancara dengan orang-orang yang telah ditetapkan sebagai sampel. Hal ini untuk menguji kebenaran informasi yang telah diperoleh dan untuk mendapatkan sampel secara pasti dengan menggunakan metode wawancara.
Secara kualitatif, informan berhadapan langsung dengan kondisi dan situasi penelitian. Pengambilan sampel didasarkan pada kecukupan jumlah informasi atau kecukupan jumlah data untuk data yang dibutuhkan dan bukan banyaknya sampel atau informasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu : Observasi,wawancara, dan Studi Dokumen.
Pertama, observasi atau pengamatan langsung dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan sifat penelitian, karena mengadakan pengamatan langsung atau pengamatan terlibat, dimana peneliti juga menjadi instrument atau alat dalam penelitian. Sehingga peneliti harus mencari dari sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.
Cara observasi yang paling efektif adalah melengkapinya dengan pedoman pengamatan seperti format atau blangko pengamatan. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Setelah itu, peneliti sebagai pengamat memberikan tanda ceklis pada kolom yang dikehendaki pada format tersebut. Pada bagian ini, peneliti menjadi bagian dari setiap aktivitas yang ada dalam organisasi sasaran, dalam metode observasi ini peneliti memilih jenis observasi: masalah yang ada. Peneliti melakukan observasi tentang manajemen konflik dan komunikasi antara orangtua dan guru di TKQu dan SDQu. Berikut ini adalah daftar objek pengamatan atau observasi peneliti:
Kedua wawancara, menurut Robert Kahn dan Channel adalah suatu pola khusus dari sebuah interaksi yang dimulai secara lisan untuk suatu tujuan tertentu dan difokuskan pada daerah konten yang spesifik dengan suatu proses eliminasi dari bahan-bahan yang tidak ada hubungannya secara berkelanjutan, jadi hanya bersifat sementara. Pada metode ini, peneliti dan responden berhadapan langsung peneliti dan responden berhadapan langsung untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa pihak, diantaranya: Kepala Sekolah TKQu dan SDQu, Ketua POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), Sampel Guru Quran di TKQu dan SDQu, Sampel Guru Akademik di TKQu dan SDQu, Orangtua/Wali Murid TKQu dan SDQu.
E. Teknik Analisa Data
Setelah data diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan langsung, peneliti menganalisa secara kualitatif melalui klasifikasi data atau intrepretasi data. Analisa diskriptif yang disajikan dalam bentuk nasari yang menceritakan bagaimana manajemen konflik dan komunikasi di TKQu dan SDQu.
IV. HASIL DAN ANALISA
Setelah mengadakan observasi, wawancara, dan studi dokumen, peneliti menemukan bahwa komunikasi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung cukup efektif dengan guru akademik, namun masih perlu ditingkatkan bagi guru AlQuran. Faktor penyebabnya adalah tingkat kepercayaan diri dan faktor pengalaman. Peneliti menemukan bahwa guru akademik sudah melewati jenjang S-1 pendidikan, ada kepercayaan diri dan pemahaman yang lebih detail dalam komunikasi dengan orangtua/wali murid, ditambah lagi dengan pengalaman yang lebih banyak dan telah mengajar di beberapa sekolah sebelum mengajar di Taman Quran atau SD AlQuran, sedangkan guru AlQuran jenjang pendidikan tertinggi adalah SMA. Mereka adalah lulusan pesantren Pondok Quran yang dibekali hafalan Quran, namun masih membutuhkan bimbingan mengenai metode mengajar dan cara berkomunikasi, baik dengan siswa maupun dengan orangtua/wali murid. Terdapat situasi-situasi dimana komunikasi menciptakan konflik bila persyaratan komunikasi tidak terpenuhi.
Konflik yang pernah terjadi antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap, TKQu dan SDQu masih menyewa bangunan milik LPTQ yang terletak di Jl. A.H. Nasution Nomor 247 Sukamiskin Bandung Jawa Barat. TKQu dalam sejarahnya mengalami beberapa kali perpindahan tempat, pertama tahun 2015 di LPTQ Jabar, kemudian tahun 2016 dipindahkan ke Jl. Boling No. 27 Arcamanik, setahun berikutnya pindah ke Jl. Atletik Arcamanik, kemudian di tahun 2018 pindah lagi ke Komplek LPTQ lagi. Sebenarnya pihak Yayasan Sekolah AlQuran yang menaungi TKQu dan SDQu telah berusaha untuk mencari lokasi yang tepat dan sesuai untuk mendirikan bangunan sekolah. Namun, sampai saat ini, belum menemukan lokasi yang sesuai. Pelayanan SDM menjadi hal yang disoroti orangtua, terutama dalam hal kontrol siswa di sekolah dan penanganan dalam perkembangan siswa. Mengingat belum ada pagar pembatas sekolah sehingga siswa dapat bermain cukup jauh dari area sekolah (komplek LPTQ cukup luas untuk usia anak-anak).
Satu konflik klasik yang ditemukan oleh peneliti, selalu terjadi setiap tahun bahkan pertengahan semester di TKQu dan SDQu adalah pergantian pengajar yang terlalu cepat sehingga memaksa siswa untuk beradaptasi berkali-kali. Pengajar yang dimaksud di sini adalah pengajar AlQuran. Yayasan Sekolah AlQuran merekrut guru Quran dari Pesantren Pondok Quran, guru Quran ini adalah santri dari Pesantren Pondok Quran yang sedang menjalani masa pengabdian. Maka, ketika masa pengabdian berakhir, secara otomatis, pihak SDM Yayasan Sekolah AlQuran mencari guru pengganti, bagi anak usia SD yang sudah merasakan kenyamanan dengan seorang guru, maka akan sangat kehilangan jika guru tersebut meninggalkannya. Bahkan, terdapat kasus sampai anak enggan menghafal kepada guru pengganti. Hal ini sering disayangkan oleh pihak orangtua/wali murid, terutama bagi anaknya yang terkena dampak dari pergantian guru Quran. Dampak yang paling jelas terlihat dari diri anak adalah progress hafalan yang stagnan dan tidak segera meningkat karena guru Quran baru perlu melakukan adaptasi, terutama dari sisi psikologis anak. Bahkan, dari sisi Yayasan Sekolah AlQuran sendiri perlu mengeluarkan energy ekstra untuk melakukan pelatihan berulang bagi guru-guru Quran yang mengalami pergantian. Jika pelatihan belum sempat dilaksanakan, maka guru Quran dituntut untuk mandiri mengupgrade diri dan banyak mencari informasi terkait tugas yang dijalankannya. Peneliti telah melihat adanya usaha dalam pembinaan guru Quran yang dilakukan oleh Kepala Sekolah TKQu dan SDQu.
Proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk tabayyun (karifikasi) dan diskusi terkait permasalah, sekolah terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Jika ada orangtua/wali murid komplain kepada seorang guru, maka guru berusaha menjawab komplain yang ada dengan sebaik-baiknya, namun jika masalah yang disampaikan orangtua berkaitan dengan kebijakan sekolah, maka yang dilakukan adalah membawa masalah ke forum rapat guru untuk dibicarakan dan dicari solusi permasalannya.
V. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian, peneliti mengambil kesimpulan bahwa guru perlu diberi pelatihan lebih intensif terkait manajemen konflik dan komunikasi dengan orangtua, lebih ditekankan lagi untuk guru Quran. Konflik-konflik yang pernah terjadi, baik di TKQu maupun SDQu perlu didokumentasikan untuk jadi pelajaran bagi seluruh guru agar tidak terjadi pengulangan sejarah (pengulangan konflik), sehingga dalam hal ini orangtua/wali murid tidak perlu melakukan komplain berulang, karena setiap catatan yang sudah dibuat orangtua/wali murid telah diselesaikan oleh pihak sekolah. Konflik terkait fasilitas sekolah yang belum lengkap terutama bangunan sekolah, menuntut usaha yang lebih keras, terutama oleh tim sarana prasarana dari pihak Yayasan Sekolah AlQuran. Catatan orangtua/wali murid tentang pelayanan SDM di sekolah, dapat diatasi dengan menumbuhkan kesadaran tentang pelayanan maksimal dan pengadaan pembinaan guru secara berkala.
Proses manajemen konflik antara guru dan orangtua/wali murid di TKQu dan SDQu Kota Bandung adalah dengan mengundang orangtua/wali murid untuk diskusi terkait permasalah, terbuka dengan masukan dari orangtua/wali murid untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Proses ini menurut peneliti sudah baik untuk dilanjutkan, dengan semangat tabayyun (mencari kebenaran dan melakukan klarifikasi), hal ini meminimalisir adanya prasangka buruk antara kedua belah pihak.
Demikian kesimpulan dari hasil penelitian mengenai manajemen konflik dan komunikasi di Sekolah AlQuran (TKQu dan SQU Bandung). Peneliti berharap, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya peningkatan kemampuan dalam manajemen komunikasi dan manajemen konflik. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membantu mengantisipasi masalah komunikasi dan manajemen konflik di lembaga pendidikan pada umumnya dan di sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Sekolah AlQuran khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Anwar, Choerul. 2015. “Manajemen Konflik untuk Menciptakan Komunikasi yang Efektif”. Jurnal INTERAKSI. Vol 4 No 2 : 148 - 157
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Bolano, Aswin Ahdir. 2013. Status Hadist tentang Mahkota Orangtua Penghafal AlQuran. Dikutip dari http://aktivis-dakwah.blogspot.com/2013/04/status-hadits-tentang-mahkota-orang-tua.html pada tanggal 22 Juni 2018.
Cangara, Hafied. 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Garfindo Persada.
Coser, Lewis. 1956. The Function of Social Conflict. New York: Free Press.
Gerungan, W.A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika aditama.
Hayes, Andrew F. 2005. Statistical Methods for Communication Science. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Hendyat Soetopo. Perilaku Organisasi, Teori dan Praktek.
https://www.kajianpustaka.com/2016/03/kompetensi-sosial.html?m=1, diakses tanggal 26 Juni 2018
Ibnu Salam, Ahmad Hawin. 2016. “Penerapan Program Tahfizh Berjenjang untuk Mencetak Penghafal AlQuran”. Penelitian di Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Indarto, Marroli J. 2012. “Manajemen Komunikasi Pemerintah dalam Kebijakan Transparansi Informasi (Studi Evaluasi Komunikasi Keterbukaan Informasi Publik pada Kementrian Komunikasi dan Informatika.” Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kaplan, Andreas M & Michael Haenlein. 2010. Users of the Word, Unite! The Challenges and Opportunities of Social Media. Business Horizons.
Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran
"komunikasi - Wiktionary bahasa Indonesia". id.wiktionary.org. Diakses tanggal 2017-10-13.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Pajajaran.
Larry Gonick. 2007. Kartun (non) Komunikasi, guna dan salah guna informasi dalam dunia modern. Kepustakaan Populer Gramedia,. (diterjemahkan dari Guide to (non) Communication HarperClollins Publisher, Inc copyright 1993. ISBN 978-979-9100-75-7
Littlejohn, Stephen & Karen Foss. 2009. Encyclopedia of Communication Theory. Sage Publisher. California
"Leadership and Organizational Behavior" (dalam bahasa Inggris). 2016-03-10. Diakses tanggal 2017-10-13.
Martin, Judith & Thomas Nakayama. 2003. Intercultural Communication in Contexts 3rd Edition. Mc Graw Hill. NY, USA
Nindito, Stephanus. 2005. Fenomenologi Alfred Schutz: Studi tentang Konstruksi Makna dan Realitas dalam Ilmu Sosial. JIK Vol. 2 nomor 1 Juni 2005
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rochmawati, Lusa. 2009. Faktor yang mempengaruhi komunikasi. Jakarta : Gramedia
Rohim, Syaiful. 2009. Teori Komunikasi: Perspektif,Ragam, & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Ruben Brent D dan Lea P Stewart. 2006. Communication and Human Behavior. United States: Allyn and Bacon
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Soekanto. 2002. Interaksi Sosial. Yogyakarta: Kencana Setia.
West, Richard & Lynn H. Turner. 2007. Introducing Communication Theory. Third Edition. Singapore: The McGrow Hill companies.
Wexley, Kenneth N. dan Gary A. Yuki. 2005. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Wiryanto,Dr. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jilid I. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
__________ 2008. Theories of Human Communication, 9th Edition. Thomson Wadsworth. Belmont. California
PERSONEL PELAKSANA PENELITIAN
Nama : RIZKA DWI SEFTIANI
NIM : 2170060063
PROGRAM : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
TTL : NGAWI, 11 SEPTEMBER 2018
https://www.kompasiana.com/fardan55513