Education Focus Study
(Pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Pascasarjana UIN Bandung 2018)

PEMAHAMAN LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) TERDIDIK : PROBLEMATIKA  DAN SOLUSI 
(Studi Kasus pada Remaja SMP-SMA di Kota Garut)

Wati Karmila *, 
watifazrin1@gmail.com

ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah dengan adanya pemberitaan  kemunculan grup gay di media sosial (medsos) Facebook yang anggotanya diduga pelajar SMP dan SMA di Garut. penyimpangan prilaku seks dikalangan remaja SMP –SMA  di Kota Garut yang kehidupannya  berbeda serta dianggap tidak wajar,dikarenakan dua insan yang sejenis menjalin hubungan percintaan atau yang dikenal dengan homoseksual wanita (lesbian) atau homo atau Bisex dan transgender. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pemahaman LGBT   terhadap kehidupanya, bagaimana pandangan Islam tentang LGBT dan bagaimana solusi tentang LGBT di kota Garut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati selama melakukan penelitian ini. Dasar penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dimana penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap objek penelitian guna menjawab permasalahan dari penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pemahaman siswi yang terjangkit lesbi ini mereka menganggap bahwa perbuatan bercinta dengan sesama jenis  tidak, melanggar aturan atau norma agama, karna yang melanggar aturan menurutnya adalah ketika mereka melakukan berhubungan badan dengan lain jenis. Dan bila melakukan hubungan badan dengan sama jenis itu tidak berdosa. Pandangan Islam tentang LGBT adalah Allah Swt sangat mengutuk perbuatan seseorang yang melakukan tindakan  LGBT. Sebagai solusi dari permasalahan ini semua pihak baik pemerintah, aparat , pihak sekolah dan masyarakat bersinergi untuk mengadakan pembinaan kepada mereka.

Kata Kunci : Pemahaman, LGBT, Terdidik


PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Penelitian ini dilatar belakangi oleh beberapa waktu lalu, masyarakat Garut digegerkan dengan kemunculan grup gay di media sosial (medsos) Facebook yang anggotanya diduga pelajar SMP dan SMA. Reaksi pun diberikan oleh pelbagai organisasi Islam maupaun para tokoh Islam garut. Mereka mengecam peristiwa itu, dan nenolak dengan tegas keberadaan grup gay tersebut.  Dasar kecaman dan penolakan mereka terhadap grup tersebut adalah ketentuan normatif al-Qur’an dan al-Hadis yang memang secara tersurat memuat larangan yang sangat tegas terhadap perilaku homoseksual, bahkan al-hadis memberikan bentuk hukuman yang cukup berat yakni hukuman mati terhadap orang yang berperilaku seks menyimpang tersebut.
 Ketua Garut Education Watch mengaku prihatin atas fenomena ini. Apalagi, jumlah anggota di grup tersebut sudah mencapai 2600 orang lebih. Soni mengingatkan agar sekolah lebih meningkatkan peran guru BP agar bisa lebih aktif memantau perkembangan psikologi siswa di sekolah dan memantau apakah ada siswanya yang jadi bagian dari grup tersebut. "Jelas prihatin, apalagi melihat anggota grup ini yang ternyata cukup banyak juga," katanya. Menurut Soni, fenomena ini harus menjadi tanggung jawab semua pihak mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, ulama dan semua elemen masyarakat. "
Kehidupan yang seharusnya dijalani oleh seseorang adalah kehidupan yang wajar, harmonis (antara seseorang dengan dirinya sendiri, agama, orang lain, dan lingkungan masyarakat), dan kehidupan yang tidak menyimpang. Salah satu kelompok masyarakat cenderung berperilaku menyimpang adalah masyarakat yang tergolong LBGT (Lesbian, Biseksual, Gay, dan Transgender). Kelompok masyarakat LBGT sendiri belum mendapat tempat di Indonesia. Banyak masyarakat yang berpandangan negatif, merasa jijik, benci, dan mengucilkan kelompok LBGT. Lesbian, Biseksual, Gay, dan Transgender atau LBGT merupakan fenomena yang aktual dan semakin ramai menjadi perbincangan yang negatif dalam masyarakat. Aktivitas dan perkembangan LBGT semakin hari meningkat yang sangat mengkhawatirkan. Sebab perkembangan LBGT akan memberikan pengaruh negatif yang sangat signifikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja.
Namun pada era globalisasi dan modern sekarang ini, gaya hidup atau life style merupakan hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Berbagai macam cara dilakukan orang-orang untuk bisa menunjukkan jati dirinya masing-masing, baik itu dari segi cara berpakaian, pola hidup, bahkan sampai ke perilaku seksual yang akhir-akhir ini semakin menyimpang dari etika dan norma yang ada. norma-norma yang terjadi atas kesepakatan bersama dan bertujuan untuk mengindari hal-hal yang bersifat negatif. Lingkungan yang pertama kali memperkenalkan individu kepada aturan yang berlaku di masyarakat adalah lingkungan keluarga. Keluarga biasanya membimbing kita kepada penyelarasan terhadap norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat dengan tujuan menghindari penolakan sosial dikarenakan mengenal aturan-aturan atau norma-norma sosial yang terdapat di masyarakat. Aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku di dalam suatu masyarakat tertentu akan menjadi suatu kebiasaan, apalagi bila didukung oleh lingkungan yang setiap hari memberi contoh. Keinginan para pelaku homo/lesbi untuk melampiaskan nafsunya perlu disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan positif semacam kajian Islam atau diskusi maupun kegiatan-kegiatan olahraga dan kegiatan lain yang positif. Tentu saja aktivitas ini mendapat kontrol yang sitemik dan terpogram dalam satu paket dengan penanganan komprehensif terhadap kaum homo/lesbi. Sangat diharapkan peranan guru, orang tua dan masyarakat atau organisasi-organisasi Islam dalam penanganan terapi psikoreligius semacam ini.
Dengan demikian, dunia pendidikan mendapat tantangan berat dengan hadirnya LBGT. Oleh sebab itu orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dan guru sebagai pendidik kedua, sangat berperan penting dalam mengantisipasi terjerumusnya anak-anak dalam perilaku LBGT. Pendidikan LBGT dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pendidikan karakter, baik di sekolah maupun di rumah.
Bagi masyarakat, khususnya para orangtua dan guru, perlu kiranya untuk lebih peka terhadap dinamika perubahan LBGT. Jangan sampai isu-isu atau gejala LBGT ini luput dari pandangan kita semua. Jika fenomena ini berdampak pada kerusakan nilai moral dan agama, maka hendaknya perlu ditangani secara lebih kompleks dan nyata serta penanganan yang cepat tanggap.
Dengan melihat fonemena di atas maka, penulis menganggap penting untuk diteliti lebih jauh bagaimana sebenarnya komunitas LGBT yang ada di kota Garut yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat sehingga ada solusi dalam menanganinya. Dengan mengangkat judul penelitian  : ” Pemahaman LGBT Terdidik : Problematika dan Solusi”.
Tujuan
Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka, tujuan dari penelitian ini yaitu, (1) Untuk mengetahui Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut, (2) Untuk mengetahui pandangan Islam Tentang LGBT, (3), Untuk mengetahui solusi  tentang penanganan LGBT?
Batasan Masalah
Kajian ini merupakan sebuah upaya kritis terhadap fenomena pengkajian lebih mendalam terkait dengan Pemahaman LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) Terdidik: Problematika dan Solusi yang ada di Kota Garut saat ini.
Rumusan Masalah
Bagaimana Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut ?
Bagaimana pandangan Islam tentang LGBT ?
Apa Solusi tentang penanganan LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut? 
       
Kajian  Pustaka
Dalam penelitian ini zakat merupakan  ibadah maliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Terkait penelitian ini ada beberapa teori yang diakai diantaraanya, yaitu :
PengertianLBGT
Secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa Arab kedua-duanya dinamakan al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthy. Namun menurut Imam al-Mawardi menyebut homoseksual dengan liwath dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah.
Al-Liwath menurut pandangan al-Mawardi adalah perilaku seksual antara laki-laki atau lebih dikenal dengan istilah homoseksual. Pengertian homoseksual ini sama dengan istilah Musaahaqah atau lesbian. Tetapi lesbian lebih kepada hubungan seksual antara perempuan dengan perempuan. Perilaku tersebut tidak hanya terbatas berhubungan seksual, tetapi gejala-gejala yang menunjukkan kearah perbuatan ini disebut juga seorang lesbian atau homoseksual, misalnya menyukai atau mencintai dengan sesama jenis kelamin, berpacaran dan bahkan berhubungan seksual.
Menurut Yatimin bahwa dalam Islam, homoseksual disebut liwath atau “amal qaumi luthin”.
Istilah tersebut timbul karena perbuatan seperti itu pertama kali dilakukan oleh umat Nabi Luth yang hidup sezaman dengan Nabi Luth. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dengan firman-Nya: Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan  oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?”.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia,  homoseksual yaitu hubungan seks dengan pasangan sejenis (pria dengan pria). Menurut Soejono Soekanto, homoseksual juga diartikan sebaga orang yang mengalami ketertarikan emosional, sksual atau rasa sayang terhadap sejenis, sedangkan biseksual merasa nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin  kelamin. Secara sosiologis, homoseksual merupakan seseorang yang cenderung mengutamakan  orang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual. Homoseksualitas merupakan kecenderungan untuk tertarik kepada orang lain yang sejenis. Homoseksualpun diartikan sebagai sikap-tindak perilaku para homoseksual.
Homoseksual sebagaimana menurut pengertian pendapat-pendapat di atas adalah suatu perilaku seks antara laki-laki dengan laki-laki atau antara sesama jenis laki-laki.  Seorang laki-laki  yang memiliki perilaku seks homoseksual hanya menyukai dan mencintai, mendekati, dan bahkan berhubungan kelamin dengan sesama jenisnya saja yaitu hanya kepada laki-laki. Sebaliknya laki-laki homoseksual tidak akan tertarik kepada seorang perempuan secantik dan semenarik apapun. Laki- laki homoseksual akan merasa nyaman, tenang, dan tentram ketika dia berada didekat sesama jenisnya yang dicintainya. Dia juga memiliki rasa cemburu, iri, dan bahkan benci kepada sesama jenisnya sendiri manakala teman sesama jenisnya mendekati dan bercinta dengan pacarnya (sesama jenisnya yaitu laki-laki)
Sedangkan pengertian biseksual diambil dari kata “bi” yang berarti dua dan “seksual” yang berarti persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Biseksual adalah orang yang tertarik kepada dua jenis kelamin. (baik laki-laki maupun perempuan).
Pengertian Biseksual menurut Abdul Madjid Ahmad adalah merupakan ketertarikan romatis, ketertarikan seksual kepada pria dan juga wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun kepada wanita sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada seseorang tanpa memperdulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut yang terkadang disebut panseksualitas. Ellis menyatakan bahwa biseksual merupakan ketertarikan seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, terhadap kedua jenis kelamin secara bersamaan. Sadarjoen Biseksual adalah orang yang dapat mencapai kepuasan erotis secara optimal baik dengan sesama jenis atau lawan jenis. Dan Kartono Biseksual (seksualitas ganda) merupakan keadaan merasa tertarik sama kuatnya pada kedua jenis kelamin perempuan maupun laki-laki dan memiliki ciri-ciri karakteristik anatomis dan psikologis dari kedua jenis kelamin.
Selanjutnya biseksual menurut beberapa pendapat di atas adalah perasaan atau kecenderungan hati seseorang dalam bentuk cinta, menyukai dan menyenangi hubungan seksual dengan jenis kelamin yang berbeda atau dengan jenis kelamin yang sama dengannya. Seorang laki- laki akan merasa tertarik dengan laki-laki lainnya, tetapi disatu pihak dia juga akan merasa tertarik dengan seorang perempuan. Begitu pula sebaliknya, seorang perempuan akan merasa tertarik dan mencintai dengan lawan jenisnya yaitu laki-laki, tetapi dipihak yang lain, dia juga merasa tertarik untuk mencintai sesama jenisnya sendiri yaitu perempuan dan bahkan berhubungan seks dengan sesama jenisnya sendiri.
Orang biseksual dapat mencintai  orang sekaligus yang berbeda jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan sebaliknya dapat membenci dua orang yang berlawanan jenis sekalian manakala dua orang pasagannya berselingkuh. Pasangan laki-lakinya berselingkuh dengan perempuan lain. Dan pasangan perempuannya begitu juga berselingkuh dengan laki-laki lain. Perempuan dan laki- laki yang menjadi saingannya akan menjadi sasaran keemburuannya.
Selanjutnya pria transgender atau waria hadir di tengah masyarakat sebagai sosok figur maskulin (laki-laki) yang berubah menjadi feminim (perempuan).  Halgin & Whitbourne bahwa  transgender juga diartikan sebagai seorang individu yang mengidentifikasikan jenis yang berbeda dengan kuat dan cenderung menetap pada tubuh dengan jenis kelamin yang mereka miliki saat ini. Menurut Stieglitz akibatnya muncul perasaan laki-laki atau perempuan pada fisik  yang berbeda yang membuat dirinya ingin hidup dalam identitas gender yang tidak sesuai jenis kelamin dan perubahan dapat terjadi dari female atau male to female. Pria transgender menginternalisasikan ke dalam otak mengenai jenis kelamin yang akan menentukan sikap dan perilaku pada kehidupan sosialnya.
Pria transgender adalah pria yang berusaha mengubah diri dan penampilannya menjadi perempuan dan bertingkah laku seperti perempuan serta memposisikan dirinya sebagai perempuan. Dia ingin orang lain sepenuhnya memandang dirinya sebagai perempuan.  Awalnya pria transgender adalah seorang waria yang berpenampilan sebagai seorang perempuan, tetapi karena ia lebih nyaman berpenampilan sepenuhnya sebagai perempuan, pada akhirnya ia mengubah jenis kelamin dan bahkan payudaranya sebagai perempuan.
Menurut Carrolindividu dengan gangguan identitas gender umumnya sudah mulai merasakan indikasi gangguan tersebut sejak kecil, dimana ia merasa dan meyakini bahwa dirinya adalah jenis kelamin yang berbeda saat ini, dan perasaan ini terus berlanjut hingga masa dewasa. Keputusan untuk menjadi pria transgender melalui prses yang panjang. Meskipun pria transgender menyadari perubahan ini di kemudian hari akan banyak mendatangkan masalah, seperti kebingungan dengan identitas, tidak diterimanya mereka dalam lingkungan masyarakat karena pertentangan konstruksi gender.
2. Teori Tentang LGBT
a. Teori Hegemoni
Hegemoni berasal bahasa Yunani, egemonia yang berarti penguasa atau pemimpin. Secara ringkas, pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral secara konsensus. Artinya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis penguasa.
Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana hegemoni menciptakan cara berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara wacana lain dianggap salah. Media disini dianggap secara tidak sengaja dapat menjadi alat bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dipandang dominan itu disebarkan dan meresap dalam benak khalayak sehingga menjadi konsesus bersama. Sementara nilai atau wacana lain dipandang sebagai menyimpang. Misalnya, pemberitaan mengenai demonstrasi buruh, wacana yang dikembangkan seringkali perlunya pihak buruh musyawarah dan kerja sama dengan pihak perusahaan. Dominasi wacana semacam ini menyebabkan kalau buruh melakukan demonstrasi selalu dipandang tidak benar.
Teori hegemoni Gramsci menekankan bahwa dalam lapangan sosial ada pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik. Karena pengalaman sosial kelompok subordinat (apakah oleh kelas, gender, ras, umur, dan sebagainya) berbeda dengan ideologi kelompok dominan untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya tersebut agar diterima, tanpa perlawanan. Salah satu kunci strategi kunci dalam hegemoni adalah nalar awam, di mana awam akan menerima apa yang disuntikkan ke dalam pikiran mereka.
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni, bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan dua cara, yaitu kekerasan dan persuasi. Cara kekerasan (represif/dominasi) yang dilakukan kelas atas terhadap kelas bawah disebut dengan tindakan dominasi, sedangkan cara persuasinya dilaksanakan dengan cara-cara halus, dengan maksud untuk menguasai guna melanggengkan dominasi. Perantara tindak dominasi ini dilakukan oleh para aparatur negara seperti polisi, tentara, dan hakim.
Menurut Gramsci, faktor terpenting sebagai pendorong terjadinya hegemoni adalah faktor ideologi dan politik yang diciptakan penguasa dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat. Faktor lainnya adalah pertama paksaan yang dialami masyarakat, sanksi yang diterapkan penguasa, hukuman yang menakutkan, kedua kebiasaan masyarakat dalam mengikuti suatu hal yang baru dan ketiga kesadaran dan persetujuan dengan unsur-unsur dalam masyarakat.
b. Teori Dekonstruksi
Dekonstruksi berarti melakukan pembongkaran atas oposisi-oposisi biner hirarkis, seperi tulisan/tuturan, realitas/penampakan, alarm/budaya, akal/kegilaan dan lain-lain, yang berfungsi menjamin kebenaran dengan menapikkan pasangan yang lebih inferior dalam masing-masing oposisi biner (Barker : 2005). Pada awalnya, dekonstruksi adalah cara atau metode membaca teks. Dekonstruksi berfungsi dengan cara masuk ke dalam analisis berkelanjutan, yang terus berlangsung, terhadap teks-teks tertentu. berkomitmen pada analisis habis-habisan terhadap makna literal teks, dan juga untuk menemukan problem-problem internal di dalam makna tersebut, yang mungkin bisa mengarahkan ke makna makna alternatif, di pojok-pojok teks (termasuk catatan kaki) yang diabaikan. Dekonstruksi menyatakan bahwa di dalam setiap teks terdapat titik-titik ekuilokasi (pengelakan) dan kemampuan untuk tidak memutuskan (undacidabality), yang mengkhianati setiap stabilitas makna yang mungkin dimaksudkan oleh si pengarang dalam teks yang ditulisnya.Proses penulisan selalu mengungkapkan hal yang diredam, menutupi hal yang diungkapkan, dan secara lebih umum menerobos oposisi-oposisi yang dipikirkan untuk kesinambungannya. Inilah sebabnya mengapa filsafat Derrida begitu berlandaskan pada teksm dan mengapa term-term kuncinya selalu berubah, karena selalu tergantung pada siapa atau apa yang ia cari untuk didekonstruksi, sehinggga titik pengekalan selalu dilokasikan di tempat yang berbeda.
c. Teori Feminisme
Feminisme ialah studi tentang perlawanan terhadap pembagian kerja yang menetapkan kaum laki-laki sebagai yang berkuasa dalam ranah publik, seperti dalam pekerjaan, olahraga, perang, dan pemerintahan, sementara kaum perempuan hanya menjadi pekerja tanpa upah di rumah, dan memikul seluruh beban kehidupan keluarga.
Pada mulanya, feminisme merupakan sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme dipengaruhi oleh beberapa bidang, yakni : sosial, budaya, pergerakan politik, ekonomi, teori-teori, dan filosofi moral. Kaum feminis disatukan oleh pemikiran bahwa wanita di masyarakat memiliki kedudukan yang berbeda dengan priadan bahwa masyarakat terstruktur atas kepentingan kaum pria, merupakan kerugian bagi wanita.
3. Sebab-Sebab Munculnya LGBT
Sebagaimana telah dirumuskan oleh para pakar, bahwa LGBT baik homoseksual (untuk sesama perempuan disebut lesbian) adalah rasa tertarik secara perasaan (rasa kasih sayang, hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah). Dari sudut pandang psiko-medis, homoseksual saat ini tidak lagi dikategorikan sebagai suatu gangguan atau penyakit jiwa ataupun sebagai suatu penyimpangan (deviasi) seksual. Karena homoseksualitas merupakan suatu fenomena manifestasi seksual manusia, seperti juga heteroseksualitas (hubungan seks antar jenis kelamin berbeda) atau biseksualitas (hubungan seks dengan sesama dan antar jenis kemain berbeda).
Sudut pandang psiko-medis itu tentu berlawanan dengan sudut pandang agama yang lebih melihat dari sisi moral dan fitrah kemanusiaan. Melakukan hubungan seks dengan sejenis adalah perilaku yang tidak sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan Allah berpasang-pasangan, dan pasangan itu adalah laki-laki dan perempuan, sebagaimana Allah juga menggambarkan sepasang fenomena alam yaitu siang dan malam. Mungkin yang dimaksud bukan penyimpangan seksual atau gangguan jiwa dalam sudut pandang psiko-medis terhadap perilaku homoseksual/lesbian, adalah karena para pelaku homoseksual/lesbian tidak merasa ada penyimpangan dan mereka menjalaninya dengan wajar-wajar saja. Mereka adalah yang sudah merasa cocok dengan orientasi seksual seperti itu yang dalam istilah psiko-medisnya dinamakan ego sintonik. Tetapi juga tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian yang melakukan praktik homoseksual/lesbian merasa bahwa perbuatan tersebut menyimpang dan mereka pun berusaha untuk meninggalkannya, yang disebut dengan ego distonik.
Dilihat dari jenis-jenis homoseksual/lesbian berdasarkan penyebabnya ada tiga; yaitu, yang pertama, biogenik yaitu homoseksual yang disebabkan oleh kelainan di otak atau kelainan genetik. Jenis ini yang paling sulit untuk disembuhkan karena sudah melekat dengan eksistensi hidupnya. Mereka sejak lahir sudah membawa kecenderungan untuk menyukai orang lain yang sejenis, sehingga benar-benar ini di luar kontrol dan keinginan sadar mereka. Kedua, psikogenetik yaitu homoseksual/lesbian yang disebabkan oleh kesalahan dalam pola asuh atau mereka mengalami pengalaman dalam hidupnya yang mempengaruhi orientasi seksualnya di kemudian hari. Kesalahan pola asuh yang dimaksud adalah ketidak tegasan dalam mengorientasikan sejak dini kecenderungan perilaku berdasarkan jenis kelamin. Dalam hal ini misalnya anak laki-laki tetapi diberlakukan seperti anak perempuan dan begitu pula sebaliknya. Pengalaman yang dapat membentuk perilaku homo/lesbi diantaranya adalah pengalaman pernah disodomi atau waktu kecil orang itu melakukan coba-coba melakukan hubungan seks dengan temannya yang sejenis. Pengalaman-pengalaman seperti ini berpengaruh cukup besar terhadap orientasi seksual orang itu di kemudian hari. Ketiga, sosiogenetik yaitu orientasi seksual yang dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya. Kaum Nabi Luth yang homo adalah contoh dalam sejarah umat manusia bagaimana faktor sosial-budaya homosexual oriented mempengaruhi orang yang ada dalam lingkungan tersebut untuk berperilaku yang sama.
4. LBGT Menurut Pandangan  Islam
Pada dasarnya Allah Swt menciptakan manusia berpasang-pasangan, yaitu laki-laki berpasangan dengan perempuan. Demikian pula sebaliknya. Dari kehidupan yang berpasang- pasangan tersebut maka manusia akan berkembang biak dan berkedudukan sebagai khalifah di muka buni ini. Ini adalah sunatullah. Hukum sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt adalah untuk kebahagiaan, keteraturan, keharmonisan dan keseimbangan untuk manusia.
Sebaliknya bilamana manusia menyimpang dari sunnatullah yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt., yaitu bilamana laki-laki berpasangan dengan laki-laki dan perempuan berpasangan dengan perempuan maka perbuatan ini termasuk pelanggaran terhadap sunnatullah, maka manusia akan mengalami kerugian dan penderitaan yang besar. Kerusakan akan timbul di mana-mana. Demikian pula bencana dasyat akan menimpa manusia, sebagaimana halnya bencana yang menimpa ummat Nabi Luth.
Berkaitan dengan jenis kelamin, Allah Swt. hanya menciptakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tidak ada jenis kelamin ketiga, atau jenis kelamin abu-abu. (QS. Al-Hujurat ayat 13) Sesuai dengan janji Allah Swt bahwa kehidupan ini selalu berpasang-pasangan demi ketentraman dan kenyamanan (QS. Al-Zukhruf ayat 12). Selanjutnya menurut Abi Abdillah dalam Suhaimi Razak, disisi lain agama sangat memahami bahwa laki-laki dan perempuan  sebagai jenis kelamin yang berbeda diyakini dapat memberikan kehidupan yang dapat menentramkan jiwa. Oleh karenanya jika penyaluran biologis  manusia tidak dilmbagakan melalui  pernikahan  maka perzinahan menjadi suatu keniscayaan dan moralitas manusia akan menjadi pincang,  cinta  kasih dan tanggung jawab menjadi absurd, sudah pasti nafsu manusia akan menjadi liar. Kondisi yang demikian ini akan menjadi liar dan bertolak belakang dengan tujuan syariah Islam dimana pernikahan diorientasikan pada terbentuknya tanggung jawab, terbinanya pribadi, keluarga dan masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan.
Allah Swt telah menetapkan laranganNya terhadap perbuatan yang menyimpang dari sunnatullah. Banyak ayat yang dijelaskan dalam larangan terhadap perbuatan ini.  Allah  Swt melarang laki-laki mengawini laki-laki, atau perempuan mengawini perempuan. Tidak kurang puluhan ayat yang tersebar dibeberapa surat, mengisahkan perilaku homoseksual kaum Nabi Luth, yaitu dalam QS. Al-a’raf/7 ayat 80-81, QS. Al-Huud/11 ayat 78-79,  QS. Al-Hijr/15 ayat  67-74,  QS. Al-Ambiya’/21 ayat 73, QS. Asy-Syu’ara’/26 ayat 165-168. QS. An-Naml/27 ayat 54-55, QS. Al-Ankabut/29 ayat 28-29 dan QS. Al-Qamar/54 ayat 37.
Dalam ayat-ayat itu, al-Qur’an menyebut prilaku kaum luth dengan tiga ungkapan- al- fakhisatu, as-sayyiatu, dan al-khabitsatu- yang berakar pada satu arti yaitu sesuatu yang keji, kotor, dan menjijikkan. Dan atas perilakunya itu al-qur’an menyatakan mereka sebagai kaum yang mujrimin (berdosa), ‘aaduun (melampaui batas), musrifun (melampau batas), fasikun, tajhalun (bodoh), dan mufsidun (berbuat kerusakan). Dan atas perilakunya itu Allah menghukum mereka dengan beberapa jenis hukuman, yaitu suara menggelegar (as-shaihah), hujan batu, dan terbaliknya bumi  yang  mereka pijak. Larangan disertai ancaman yang mengerikan ini menegaskan bahwa an-nahyu (larangan) menikahi laki-laki dalam konteks ini adalah liat-tahrim.
Homoseksual (liwath) merupakan perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Lesbian menurut pandangan agama Islam, sebagian ulama menjelaskan tentang  hukuman  Allah Swt terhadap para wanita kaum Luth bersamaan dengan para lelaki mereka, yaitu ketika para perempuan merasa cukup dengan kaum perempuan pula. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat Hud ayat 82, yaitu sebagai berikut :
“Maka takala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi- tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”
Menurut Abudin Nata, Gay adalah salah satu penyelewengan seksual, karena menyalahi sunnah Allah Swt. dan menyalahi fitrah makhluk ciptaanNya. Lebih kurang 14 abad yang lalu, Al- Qur’an telah memperingatkan ummat manusia supaya tidak mengulangi perbuatan kaum Nabi Luth. Allah Swt berfirman dalam surat asy-Syuara ayat 165-166, yaitu sebagai berikut:
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki diantara manusia dan  kamu  tinggalkan  istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.”
Rasulullah bersabda dalam hadits di bawah ini :
“Sesuatu yang paling saya takuti terjadi atas kamu adalah perbuatan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat seperti perbuatan mereka itu. Nabi mengulangnya sampai tiga kali. “Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth: Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth: Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidji dan Al Hakim).

Ajaran Islam melarang terjadi hubungan seksual yang menyimpang, diantara biseksual. Hubungan seksual yang dilakukan kepada perempuan  dan juga kepada laki-laki.  Hubungan biseksual termasuk perbuatan. Zinah adalah perbuatan haram dan berdosa besar., karena dilakukan tanpa pernikahan. Dan pernikahan sendiri baru sah bila telah memenuhi beberapa syarat dan rukunnya. Salah satu pernikahan yang sah adalah pernikahan dengan lawan jenis, yaitu laki-laki menikah dengan perempuan dan perempuan menikah dengan laki-laki. Karena Allah Swt sesungguhnya telah menciptakan makhluk termasuk manusia di bumi berpasang-pasangan. Dan Allah Swt telah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 222 yaitu sebagai berikut :


“Mereka bertanya kepadamu tentang Haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan oleh Allah Swt kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah/2:222).

Dalam ayat ini, ditegaskan oleh Allah Swt untuk mencampuri istri pada tempat yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. Sebaliknya Allah Swt melarang dengan tegas melakukan hubungan seksual pada tempat yang lain (tempat keluarnya kotoran). Hubungan seksual yang dilakukan oleh kaum homo maupun biseksual menggunakan dubur (tempat keluarnya kotoran) sebagai tempat untuk memuaskan nafsu syahwatnya. Dengan demikian, berdasarkan ayat ini, Allah Swt melarang keras hubungan seksual yang dilakukan oleh kaum homo maupun bisek.
Transgender adalah merupakan upaya seseorang untuk mengganti jenis kelaminnya, utamanya pergantian kelamin laki-laki menjadi wanita. Pergantian kelamin dan rekonstruksi bagian anggota tubuh lainnya memerlukan tindakan operasi atau  pembedahan. Operasi kelamin bisa digolongkan termasuk dalam operasi bedah plastik dan rekonstruksi organ tubuh. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 37 ayat (2) bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma yang dimaksud dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 37 ayat (2) adalah norma hukum,agama , kesusilaan dan kesopanan. Dalam agama Islam, dengan tegas, Rasulullah Saw. melarang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita menyerupai laki-laki. Sebagaimana sabdanya :
“Allah Swt mengutuk laki-laki yang menyerupai yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”. (HR. Ahmad).
Dalam hadits ini jelas bahwa Allah Swt sangat mengutuk perbuatan seseorang yang melakukan tindakan berupa pergantian kelamin dari seorang laki-laki menjadi wanita atau wanita menjadi laki-laki. Perbuatan mengganti jenis kelamin dan rekonstruksi bagian anggota tubuh yang lain bukan hanya merupakan tindakan yang menyerupai laki-laki menjadi wanita atau wanita  menjadi laki-laki tetapi merupakan tindakan mengubah takdir dan kodrat  yang telah  ditetapkan oleh Allah Swt. Tindakan ini merupakan dosa besar karena sudah melanggar apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dalam kehidupan manusia.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan dasar penelitian studi kasus,  dengan pendekatan  kualitatif. Peneliti mengambil setting di Kota Garut Jawa Barat. Informan dalam penelitian ini adalah Para remaja SMP-SMA, pihak Sekolah, Aparat kepolisisan, Pemerintah/ pemangku kebijakan, dan masyarakat Garut. Adapun teknik penelitiannya dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi sebagai alat pengumpulan data. Analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil Dan Analisa
Hasil (Problematika)
Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut
Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut yang terjangkit lesbi mereka menganggap bahwa perbuatan bercinta dengan sesama jenis tidak melanggar aturan atau norma agama, karna yang melanggar aturan menurutnya adalah ketika mereka  melakukan berhubungan badan dengan lain jenis. Dan bila melakukan hubungan badan dengan sama jenis itu tidak berdosa. Selain itu kebanyakan alasan mereka yang mengikuti grup LGBT tersebut hanya ingin mengikuti gaya hidup atau life style yang  merupakan hal yang sangat penting dan kerap menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Di samping ada juga yang melakukan itu kebanyakan anak-anak yang backround keluarganya Broken Home dan  ingin mencari kebebasan  yang mereka tidak dapatkan di dalam keluarganya tapi mereka dapatkan dalam komunitasnya.
Pandangan Islam Tentang LGBT
Menanggapi permasalahan LGBT di kota Garut saat ini, Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut telah mengadakan Diskusi Terbatas (Mujadalah) Tarjih dan Tajdid yang khusus membahas masalah homoseksual bersama pakar medis dan psikologi. Pakar medis dan psikologi ini dihadirkan agar pembahasannya bisa lebih komprehensif (lengkap) dan solotif (menuntaskan masalah). Model mujadalah/kajian seperti ini (lintas disiplin ilmu) akan terus ditradisikan oleh Majlis Tarjih dan Tajdid agar persoalan-persoalan umat yang direspon dapat dicarikan jalan keluar dengan sebaik-baiknya.
Pandangan Islam terhadap LBGT adalah Allah Swt sangat mengutuk perbuatan seseorang yang melakukan tindakan berupa laki-laki menyerupai perempuan, perempuan menyerupai laki-laki, seseorang yang tertarik pada dua jenis kelamin perempuan maupun laki-laki sekaligus, dan tindakan berupa pergantian kelamin dan rekonstruksi laki-laki menjadi wanita atau wanita menjadi laki-laki
Solusi Penanganan LGBT di Kota Garut
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pemerintah, kepolisian dan beberapa lembaga sekolah, maka ditemukan hasil sebagai berikut :
Pemkab Garut siap mengoptimalkan Perda Nomor 2 Tahun 2008 tentang Anti Perbuatan Maksiat guna mempersempit ruang gerak aktivitas LGBT. Perda itu sebagai payung hukum Satpol PP razia kepada LGBT. Satpol PP bersama polisi, bahkan TNI, rutin razia ke tempat-tempat yang telah awasi sebelumnya,"
Kini pemerintah bersama polisi serta tokoh masyarakat membentuk tim. Nantinya, tim dihuni Diskominfo, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial serta polisi dan tokoh agama, bergerak menyosialisasikan bahaya LGBT kepada masyarakat.
Pemerintah Garut berencana akan mengadakan tempat Rehabilitasi untuk Remaja yang terkena penyakit LGBT.
Pihak  sekolah yang ada di Garut lebih aktif memantau perkembangan psikologi siswa, melalui peran Guru Bimbingan Psikologi (BP) untuk memantau perkembangan psikologi anak didiknya serta memberikan informasi dan pembninaan kepada anak didiknya tentang bahayanya LGBT dengan Program pembinaan yang dilakukan oleh pihak sekolah yaitu dengan  :
Kegiatan Ekstrakurikuler Kerohanian Islam yang ada di SMP –SMA Garut dalam menunjang tercapainya proses penanaman  nilai-nilai pendidikan agama  Islam dalam upaya pembinaan  akhlak  siswa sebagai berikut: 1) Shalat Dhuha dan Shalat Dzuhur Berjama'ah 2) Pengadaan Kartu Muhasabah 3) Membaca Al-Qur'an  4) Kegiatan positif baik ektrakulikuler dan kokulikuler.  Dan penulis pernah mengadakan pembinaan yang bekerjasama dengan guru dan orangtua selama tiga bulan di salah satu sekoah yang siswanya ada yang terjangkit LGBT,  diantaranya dengan memakai metode Nasih Ulwan, yaitu  : Menganjurkan agar puasa sunat, Menganjurkan agar menghindari segala hal-hal yang merangsang, Menganjurkan  mengisi  kekosongan   waktu  dengan  aktifitas  positif seperti program-program ektrakurikuler kerohanian Islam,  Menganjurkan bergaul dengan orang-orang baik, Menganjurkan untuk mengikuti petunjuk medis,  Menganjurkan untuk selalu takut kepada Allah SWT dengan berdzikir,  Shalat wajib dan sunat, serta sering membaca Al Qur’an, Menyarankan untuk mendekatkan mereka yang terkena lesbi agar di asuh, di bina dan diperhatikan bahkan tinggal dengan sodara yang jauh tapi sayang kepadanya. Sehingga kegiatan anak tersebut ada yang memantau.
Analisa
Walaupun Islam secara tegas menyatakan bahwa perilaku homoseksual/lesbian adalah terkutuk, akan tetapi adalah sangat tidak bijak jika para pelaku homo dan lesbi tersebut tidak mendapat penanganan (pendampingan, advokasi) yang memadai, yang memungkinkan mereka dapat meninggalkan perbuatannya itu. Islam telah memproklamirkan diri sebagai rahmat bagi seluruh alam, sehingga adalah wajar jika Islam tidak hanya tampil sebagai penghukum bagi orang yang bersalah, tetapi yang lebih penting dari itu adalah bagaimana Islam mampu memberi solusi atas berbagai persoalan yang dialami oleh umat, termasuk persoalan homoseksual/lesbian
 Sebagaimana telah disebut di muka, bahwa penyebab timbulnya homoseksual beraneka macam. Ada karena faktor kelainan otak dan genetik maupun karena faktor psikologi dan faktor lingkungan (kultural). Masing-masing penyebab itu membutuhkan penanganan yang spesifik (khusus), sehingga pelaku secara bertahap dapat disembuhkan dan kembali dapat menjalani kehidupan seksual yang “normal”.
 Dalam tradisi Islam dinyatakan bahwa setiap kesulitan (persoalan) pasti ada kemudahan (jalan keluar) (فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا), setiap aturan (hukum) selalu diikuti dengan jalan keluar (لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا َ), dan di setiap penyakit pasti ada obatnya.
Seperti sudah dinyatakan di atas, bahwa memberi hukuman semata bagi pelaku homo/lesbi tidak akan menyelesaikan masalah. Justru hal ini akan memunculkan persoalan baru yaitu perasaan bersalah dan takut yang berlebih dari para pelaku homo lesbi yang berakibat mereka terperosok dalam depresi mental yang akut atau malah justru para pelaku homo/lesbi akan semakin mengokohkan perilakunya dengan membentuk kelompok atau perkumpulan sebagai sarana “curhat” bagi sesama orang-orang yang dicap “durhaka” terhadap agama. Untuk mereka yang sudah membentuk dan melibatkan diri secara aktif dalam perkumpulan/organisasi kaum homo/lesbi hanya akan mempersulit penanganan terhadap mereka, karena mereka semakin menikmati (enjoy) dengan perbuatan mereka.
 Menangani secara khusus terhadap kasus homoseksual/lesbian adalah bagian dari dakwah Islam yang harus dijalankan karena ini adalah perintah ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. an-Nahl/16: 125 :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
 Kaum homoseksual/lesbian dalam kapasitasnya sebagai obyek dakwah harus ditangani secara penuh hikmah (بِالْحِكْمَةِ ) dan senantiasa diberi nasehat-nasehat yang baik (وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ) agar bisa kembali ke jalan Tuhan (إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ).
 Berdasarkan faktor penyebab munculnya homoseksual/lesbian, penanganan terhadap mereka dibedakan dari yang karena faktor genetik, psikologis maupun kultural. Bagi kaum homo/lesbi yang disebabkan oleh faktor genetik, perlu ada usaha-usaha medis berupa terapi hormon yang kontinyu dan sistematis. Walaupun upaya ini disebut kurang efektif, akan tetapi usaha itu tetap perlu sebagaimana tertulis dalam qaidah ushul fiqh bahwa bahaya (penyakit) itu harus dihilangkan (diobati) (الظرر يزال).
 Homoseksual karena faktor psikologis maupun kultural dapat disembuhkan dengan terus-menerus melakukan pendampingan (advokasi) terhadap mereka. Perlu ditumbuhkan dalam diri mereka perasaan bahwa mereka dalam kondisi sakit (kesadaran sakit) sehingga kemudian muncul dalam diri mereka motivasi sembuh yang kuat. Selanjutnya mereka perlu didampingi oleh psikolog maupun rohaniawan untuk memantau dan terus memberi motivasi sembuh. Mereka, kaum homo/lesbi itu, kalau perlu dikarantina secara khusus untuk menghindari kontak sesama mereka yang akan berakibat pada munculnya kembali keinginan untuk melakukan homoseksual/lesbian.
 Keinginan para pelaku homo/lesbi untuk melampiaskan nafsunya perlu disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan positif semacam kajian Islam atau diskusi maupun kegiatan-kegiatan olahraga dan kegiatan lain yang positif. Tentu saja aktivitas ini mendapat kontrol yang sitemik dan terpogram dalam satu paket dengan penanganan komprehensif terhadap kaum homo/lesbi.
 Sangat diharapkan peranan organisasi-organisasi Islam dalam penanganan terapi psikoreligius semacam ini. Khusus untuk Pemerintah kota Garut dari mulai Bupati sebagai pemangku kebijakan dapat dibentuk tim khusus yang melibatkan berbagai majlis dan lembaga terkait yang berada dalam struktur organisasi yang ada di Garut agar bersinergi untuk menangai secara serius kaum homoseksual/lesbian. Data-data tentang mereka dapat dilacak di berbagai LSM atau lembaga konseling yang selama ini concern terhadap eksistensi mereka.
Selanjutnya memberikan pendidikan pendidikan seks (sex education) sejak dini. Pendidikan sek dapat diartikan sebagai pendidikan tingkah laku yang baik, menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan serta membantu seseorang menghadapi persoalan hidup yang berpusat pada naluri seks yang timbul dalam bentuk tertentu dan merupakan pengalaman manusia yang normal. Dari pengertian tersebut dapat  dipahami bahwa pendidikan  seks bermaksud menerangkan semua hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuknya yang wajar, tidak terbatas pada anatomi, fisiologi, penyakit kelamin dan perilaku seks yang menyimpang. Tetapi yang terpenting adalah membentuk sikap serta kematangan emosional seseorang terhadap seks. Sedangkan menurut Abdullah Nasih Ulwan, menyatakan bahwa pendidikan seks merupakan sebuah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan perkawinan. Sehingga jika anak telah tumbuh menjadi seorang pemuda dan dapat memahami urusan-urusan kehidupan, ia telah mengetahui masalahmasalah yang diharamkan dan yang dihalalkan bahkan mampu menerapkan.
Dengan demikian pendidikan seks adalah upaya orangtua dan pendidik lainnya untuk membiasakan perilaku positif yang berkaitan dengan seks, seperti memposisikan peran anak laki-  laki dalam pikiran dan  perilakunya sebagai anak laki-laki dan  memposisi kan peran anak perempuan dalam pikiran dan perilakunya sebagai anak perempuan pula, menjauhkan anak-anak dari bacaan, gambar dan tontonan seks yang belum wajar dikonsumsi oleh anak, menjauhkan anak-anak dari kekerasan seksual, menyampaikan informasi positif tentang seks dan pernikahan yang sesuai dengan usia anak, serta hal-hal negatif yang berkaitan dengan seks sehingga menumbuhkan kesadaran pada anak tentang sex positif dan kapan anak berhak mengenalnya, agar anak-anak menghindari dan menjauhkan dirinya pergaulan bebas, anak-anak dapat menghindari  seks negatif yang dilarang oleh norma-norma masyarakat dan agama.
Pengenalan seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi tubuh. Kemudian meningkat pada pendidikan mengenai cara-cara berkembang makhluk  hidup,  yakni pada manusia dan binatang. Lambat laun anak akan mengetahui bahwa vagina dan venis berfungsi tidak hanya sebagai jalan untuk buang air kecil, tetapi lebih dari itu yakni sebagai salah satu alat untuk melakukan reproduksi. Orangtua ataupun para pendidik dapat memberitahukan  dampak yang akan diterima oleh anak. Salah satu cara menyampaikan pendidikan seksual pada anak dapat dimulai dengan mengajarkan mereka membersihkan alat kelamin sendiri.
Pendidikan seks usia dini seyogyanya diberikan secara bertahap sesuai dengan tingkat pemahaman dan usianya. Pada usia 1-5 tahun pendidikan seks sudah  bisa  dilakukan.  Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan organ-organ seks milik anak secara singkat. Tidak perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu atensi anak biasanya pendek. Misalnya,saat memandikan si kecil, anak bisa diberitahu berbagai organ tubuh, seperti rambut, kepala, tangan, kaki,  perut dan jangan lupa penis dan vagina atau vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya, misalnya jika si kecil memiliki adik yang berlawanan jenis. selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka si kecil harus berteriak keras-keras dan melapor kepada orangtuanya. Dengan demikian, anak-anak bisa dilindungi dari maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap anak.
Tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga. Karena anak perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks. Karena rasa ingin tahu yang bsar, jika anak tidak dibekali pendidikan seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari orang lain, dan akan lebih menakutkan jika informasi seks didapatkan dari teman sebaya atau internet yang informasinya bisa jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak sejak dini dengan membekali mereka pendidikan mengenai seks dengan cara yang tepat. Ilmawati psikolog, pemerhati masalah anak dan remaja di antara pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu diterapkan dan diajarkan kepada anak di antaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain;  misalnya, ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Membiasakan anak perempuan sejak kecil berusaha muslimah menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu sekaligus mengajari anak tentang auratnya.
Kedua, menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut telah diciptakan sedemikian rupa oleh allah. Adanya perbedaan  ini  bukan untuk saling merendahkan, namun semata-mata karena fungsi yang berbeda yang kelak akan diperankannya. Mengingat perbedaan tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing- masing fitrah yang telah ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian maslukin, dan  perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Untuk itu, harus dibiasakan dari kecil anak-anak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminannya. Ibnu Abbas ra. Berkata: Rasullulah Saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki (HR al-Bukhari).
Ketiga, memisahkan tempat tidur mereka. Usia 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya. Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Jika pemisahan tempat tidur tersebut terjadi antara dirinya dan orang tuanya, setidaknya anak telah dilatih untuk berani mandiri. Anak juga dicoba untuk belajar melepaskan perilaku lekatnya (attachment behavior) dengan orang tuanya. Jika pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
Keempat, mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu). Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat Isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]:13). Jika pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak, mereka akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
Kelima, mendidik menjaga kebersihan alat kelamin. Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan buang air pada tempatnya (toilet training). Dengan cara ini, akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
Pemahaman pendidikan seks di usia dini ini diharapkan anak agar anak dapat memperoleh informasi yang tepat mengenai seks. Hal ini dikarenakan adanya media lain yang dapat mengajari anak mengenai seks, yaitu media informasi. Dengan mengajarkan pendidikan seks pada anak, diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif perilaku seksual maupun perilaku menyimpang. Dengan sendirinya anak diharapkan akan tahu mengenai seksualitas dan akibat- akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta dampak penyakit yang bisa ditimbulkan dari penyimpangan tersebut.
Tingginya kasus kekeraan seksual pada anak (child abuse) yang dilakukan orang-orang terdekat anak termasuk keluarga menunjukkan pentingnya pemahaman akan pendidikan seks usia dini. Masalah pendidikan seks kurang diperhatikan orang tua pada masa kini sehingga mereka menyerahkan semua pendidikan, termasuk pendidikan seks pada sekolah. Pada hal, yang bertanggung jawab mengajarkan pendidikan seks di usia dini adalah orang tua, sedangkan sekolah hanya sebagai pelengkap dalam memberikan informasi kepada si anak. Peranan orang tua, terutama ibu sangat strategis dalam mengenalkan pendidikan seks sejak dini kepada anak-anak mereka.
Penutup
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut :
Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut
Pemahaman LGBT pada anak SMP-SMA di Kota Garut yang terjangkit lesbi mereka menganggap bahwa perbuatan bercinta dengan sesama jenis tidak, melanggar aturan atau norma agama, karna yang melanggar aturan menurutnya adalah ketika mereka melakukan berhubungan badan dengan lain jenis. Dan bila melakukan hubungan badan dengan sama jenis itu tidak berdosa.
Pandangan Islam terhadap LBGT adalah Allah Swt sangat mengutuk perbuatan seseorang yang melakukan tindakan berupa laki-laki menyerupai perempuan, perempuan menyerupai laki-laki, seseorang yang tertarik pada dua jenis kelamin perempuan maupun laki-laki sekaligus, dan tindakan berupa pergantian kelamin dan rekonstruksi laki-laki menjadi wanita atau wanita menjadi laki-laki
Semua pihak baik pemerintah, aparat lembaga sekolah dan masyarakat bersinergi mengadakan pemantauan dan pembinaan pada anak-anak mereka bbaik di rumah atau disekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Azis Ramadhani, Homoseksual Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Hukum Islam. Suatu Studi Komparatif Normatif, Tesis, pascasarjana Universitas Hasanudin Makasar.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2008
Gesti Lestari, Fenomena Seksual di Kota Yogyakarta, Tesis Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2012
Gramsci, A. Selections from the Prison Notebooks of Antonio Gramsci, Q. Hoare & G. N. Smith, eds. & trans. London: Lawrence and Wishart, 1971. Https://www.academia.edu/19224832/TEORI_DEKONSTRUKSI_DAN_PENERAPANNYA
Imam Nakhe’i, LBGT Perspektif Islam. Jurnal Lisan Al-Hal. Volume 4, No. 2, Desember 2012
Muhammad Mahmud Nasution, Fenomena LBGT Dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal al-Maqasid Volume 2 Nomor 1 2016.
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: modern English Perss. 2002
Sara Rughhea, dkk., Studi Kualitatif Kepuasan Hidup Pria Transgender (Waria) di Banda Aceh. Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No. 1, hal. 11-20, April 2014
Suhaimi Razak. LBGT Dalam Perspektif Agama. Jurnal Al-Ibroh Volume 1 Nomor 1 Juni 2016
Suharto, Sugihastuti, Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Tri Endang Jatmikowati, dkk., Model dan Materi Pendidikan Seks Anak Usia Dini Perspektif Gender Untuk Menghindarkan Sexual Abuse, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Volume XXXIV. No. 3. 2015
USAID, Hidup Sebagai LBGT di Asia: Laporan Nasional Indonesia. Tinjauan dan Analisa Partisipasif tentang Lingkungan Hukum dan Sosial bagi Orang dan Masyarakat Madani Lesbian, Gay, Biseksual, dan  Transgender (LBGT). Bali. 2013,
Vanny Nurul Azizah, dkk., Gambaran Penerimaan Diri Pada Remaja Biseksual, British Journal Of Psychiatry 2014

Personil
Nama : Wati Karmila
Nim : 3.216.3.025
Prodi : Pendidikan Islam K-B
Program : S3
Telephone : 081256205343
Email : watifazrin1@gmail.com
Alamat : Kp. Tegalsari Rt. 02/08 Desa Tegalsari Kec. Sucinaraja Kab. Garut