Komersialisasi Pendidikan dilingkungan Prodi Pendidikan Bahasa Arab

Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Arab Jurusan Bahasa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sgd Bandung dalam acara Workshop Pengembangan Mahad Aly.
Kalo sudah ada MAHAD 'ALI kenapa HARUS ADA MA'HAD LUGHOWI. (Mahad Gombong Layang).....????
              Mahad lughawi adalah sebuah pesantren yang diklola oleh prodi pendidikan bahasa arab fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tepatnya beralamat di jln.desa cipadung kecamatan cibiru kota bandung provinsi jawa barat. Pesantren ini sudah ada kurang lebih berdiri dari tahun 2008 yang hari ini sudah mencetak alumni. Dan proses pengembangan psantren disana lebih kepada pendidikan kebahasaan. Akan tetapi dalam penyelenggaraannya tidak ditunjang oleh guru dan pengajar yang profesional pun dengan sistem yang mengikat dalamnya yang tidak sesuai dengan proses pendidikan andragogik pasalnya para dosen san staf pengajarnya tidak dapat memberikan kebebasan kepada para mahasiswa baru yang masuk ke prodi PBA UIN Bandung tersebut menyekat hak-haknya sebagai mahasiswa dengan aturan dan doktrin persuasif yang dilakukan oleh para pemangku kebijakan di prodi dan jurusan pendidkkan Bahasa arab UIN Sgd Bandung teesebut mengeluarkan aturan sewenang wenang terkait tidak diperkenankan mahasiswanya untuk ikut serta berproses mencari pengalaman diluar mahad katakan lah berorganisasi. Padahal proses tersebut dapat menggiring pasa penguatan dan pengembangam potensi intlektual dan mental mahasiswa. Miris lucunya negeri ini guys..!!
              Mari simak analisis dan kebijakan kemenag RI di bawah ini yang kami himpun dari sumbernya langsung.
             Kabar dari kota kembang bandung tepatnya kampus UIN sunan Gunung djati bandung yang memiliki pesantren didalam kampus. Sejatinya menjadi sentral karantina mahasiswa baru di parsiarkan melalui kebijakan yang timpang tindih dalam penyelenggaraannya. Sejatinya kebijakan rektor itu berangkat dari kebutuhan mahasiswa ini malah terkesan ada kongkalikong dengan salah satu intansi didalamnya. Katakan lah fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sgd Bandung yang memiliki 10 jurusan dan prodi yang didalam penyelenggaraan pendidikannya cendrung khas dengan komersialisasi. Salah satunya program pesantren bahasa yang dilaksanakan sudah dari tagun 2006 itu di program oleh para pemangku kebijakan di prodi PBA UIN Bandung, padahal itu tidak sesuai dengan program yang diharapkan oleh kemenag selaku "dunungan" kampus UIN. Seperti halnya pendidikan itu diperuntukan untuk pembebasan kebodohan dengan dalih karantina pengembangan bahasa arab. Para mahasiawa baru-pun diwajibkan pesantren di mahad lughowi PBA UIN Sgd Bandung dengan biaya masuk yang tidaksedikit. Ditaksir kurang lebih 4.000.000.00 (empat juta lebih) perorang , yang tdiak jelas estimasi alokasi dananya sudah mencerminkan bobroknya penyelenggaraan pendidikan di negri kita. Padahal secara sistem dan penyelenggaran pesantren di kampus UIN Sgd Bandung yang dibawah naungan KEMENAG RI pun sudah ada mahad yang hari ini dibuka secara umum. Miris kiranya apabila ini tidak dilandasi dengan hukum yang kuat dan ditinjau dari asas kebutuhan mahasiswa yang sepatutnya meiliki kebebasan dalam mencari pengalaman keilmuannya. Pada akhirnya pemangku kebijakan di lingkungan UIN ini khususnya Prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Bandung disinyalir meimiliki kongkalingong dengan rektor UIN Bandung, dan anehnya penalaran ini luput dari analisis mahasiswa yang harusnya responsif tatkala ada ketimpangan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan. Karena kebijakanadanya mahad lughowi ini terkesan hanya dijadikan alat untuk membangun proyek dan tender dan pada akhirnya dijadikan alat untuk memperkaya diri... #ngeri dan miris sekali guys....!!!
          pasalnya sudah ada edaran bahwa kebijakan dari KEMENAG RI untuk pengembangan mahad ali tersebut.
Inilah beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh KEMENAG RI. Yang kami lansir dari media online www.kemenagri.or.id

        Photo: birokrasi jurusan Bahasa, manjer mahad, dan ketua prodi PBA UIN Sgd Bandung (pada kegiatan workshop Mahad aly di kemenag RI)

Bismillahirrahmanirrahim
Pada dasarnya fungsi pondok pesantren terdiri dari tiga hal pokok, Pertama sebagai lembaga tafaqquh fiddin (pengembangan keagamaan). Fungsi ini meniscayakan pesantren sebagai penopang, pengembang dan pemelihara nilai-nilai keagamaan: Kedua, sebagai lembaga pengembangan masyarakat (social transformatif), yaitu pondok pesantren dituntut berperan aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan mampu mendorong perubahan sosial: Ketiga, sebagai lembaga pendidikan dan dakwah yaitu pesantren harus mampu memerankan dirinya menjadi pusat belajar (study center) dan misi penyebaran ajaran-ajaran agama Islam.
Dalam fungsinya sebagai lembaga tafaqquh fiddin dan pengembangan pendidikan keagamaan, serta penyeimbang antara tuntutan tradisi dan modernisasi, Departemen Agama telah membuat berbagai program pengembangan. yaitu pengembangan Madrasah Diniyah (MADIN), pengembangan Ma‘had Ali (Pendidikan Tinggi Pesantren), pengembanganWajib Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren, dan Program Paket A, B dan C. Dengan demikian diperlukan pedoman teknis penyelenggaraan program-program di atas, agar berjalan secara sistematis dan berkesinambungan. Hal ini diperlukan untuk menghadapi problem-problem pendidikan dan kehidupan yang semakin kompleks di masa mendatang.
Diterbitkannya buku “Kumpulan Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren” ini, adalah sebagai jawaban atas kepentingan mendasar Departemen Agama dalam upayanya meningkatkan pendidikan keagamaan yang profesional, terarah dan terpadu. Di dalamnya dibahas tentang visi, misi dan tujuan program pendidikan, kurikulurn pembelajaran, pengelolaan pendidikan, model evaluasi yang dikembangkan dan hal-hal yang berkaitan dengan sertifikasi kelulusan. Sehingga standar kompetensi lulusan pendidikan di atas, dapat benar-benar sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat untuk kepentingan pembangunan dan perubahan.
Madrasah Diniyah rnerupakan satuan pendidikan keagamaan luar sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan Agama Islam (PAI), baik yang terorganisir secara klasikal, rombongan belajar maupun dalam bentuk pengajian anak, majlis taklim, kursus agama atau sejenisnya telah mengakar dan berkembang sekian puluh tahun di Indonesia. Tujuannya adalah : (a) untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk rnengernbangkan kehidupannya; (b) membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya; dan (c) memberi tambahan pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama di sekolah-sekolah umum.
Ma’had Aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren yang pendiriannya dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama, di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Dengan kata lain Ma’had Ali merupakan lembaga kaderisasi ulama, sehingga di dalamnya tidak saja diajarkan ilmu-ilmu keagamaan (tafsir, hadits, fiqih dan teologi), tetapi juga ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi dan filsafat. Sehingga alumnus Ma’had Aly dapat berpartisipasi dalam perubahan sosial di Indonesia dan dapat menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi.
Program Pengembangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar di Pondok Pesantren merupakan upaya kontribusi strategis dunia pesantren, dalam mensukseskan program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah RI. Karena disadari bahwa keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang menyerap sekian ratus ribu masyarakat Indonesia sangat berkompeten dan strategis mendukung program. Karena didukung oleh prinsip, karakter pengelola pesantren, biaya yang relatif murah, kultur dan tradisi yang kompatibel sesuai dengan masyarakat.
Dalam rangka peningkatan pelayanan pondok pesantren pada masyarakat, maka diselenggarakanlah program pendidikan kesetaraan, yaitu Program Paket A untuk kesetaraan dengan SD, Paket B setara dengan SMP dan Paket C setara dengan SMA. Dalam program tersebut disamping dibekali kemampuan akademik tetapi juga life skill (ketrampilan hidup) untuk berwirausaha.
Secara keseluruhan buku ini merupakan kumpulan pedoman penyelenggaraan program- program pengembangan pada Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang terdiri dan enam bab. Bab I tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengembangan Madrasah Diniyah; Bab II tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Lembaga Ma’had Aly; Bab III tentang Panduan Teknis Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada Pondok Pesantren Salafiyah; Bab IV tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Paket A pada Pondok Pesantren; Bab V tentang Pedoman Pcnyelenggaran Program Paket B pada Pondok Pesantren; Bab VI tentang Pedoman Penyelenggaran Program Paket C pada Pondok Pesantren.
Semoga dengan diterbitkannya buku ini akan sangat membantu pejabat di lingkungan Ditpekapontren baik pusat maupun daerah, penyelenggara dan pengelola lembaga pendidikan keagamaan dan masyarakat pada umumnya dalam memberdayakan pendidikan keagamaan dan pondok pesantren. Dengan demikian ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat UUD dan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 akan mudah tercapai. Amin.
Wassalam
Jakarta, 16 November 2004
Direktur Pendidikan Keagamaan
dan Pondok Pesantren



H. Amin Haedari
NIP. 150216757
BAB I
NASKAH AKADEMIK MA’HAD ALY

A. PENDAHULUAN
1. Dalam setiap komunitas beragama, seperti halnya kaum muslimin di Indonesia, kehadiran ulama (ahli agama) merupakan kebutuhan yang mutlak. Ia berperan dalam mentranmisikan dan mengaktualisasikan ajaran agama sejalan dengan perkembangan zaman. Meskipun bukan merupakan sumber kebenaran mutlak, ulama memiliki pengaruh yang besar dalam mengarahkan kehidupan keagamaan masyarakat.
2. Secara normatif, ulama dipercaya sebagai pewaris para nabi yang pesan dan tindakannya diakui sebagai representasi dan misi keagamaan yang autentik. Namun demikian, peran ulama dalam kenyataannya tidak bisa diasingkan dari perkembangan kemasyarakatan yang terus berubah dan menuntut kualitas keulamaan yang sesuai dengan tantangan zaman. Karena itu, kedudukannya dalam struktur sosial, politik, dan budaya masyarakat bersifat dinamis dan bervariasi dari masa ke masa dan antara satu daerah dengan daerah lain.
3. Pengertian umum dari istilah ulama sebenarnya berarti ahli dalam suatu disiplin yang tidak terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, tetapi secara sosiologis ia merupakan sosok yang penuh dengan kesalehan karena perpaduan imam ilmu dan amal keagamaan yang konsisten. Dalam pandangan umum, ia memiliki keyakinan yang teguh sehingga tidak tergoda oleh bujukan dan godaan duniawi. Ia juga mampu memberikan penjelasan dan respons keagamaan terhadap permasalahan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, ulama menampilkan perilaku dan tindakan yang sejalan dengan pesan-pesan yang diajarkannya.
4. Sampai sekitar tahun 1960-an, pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan agama Islam yang berperan melahirkan ahli-ahli agama yang secara tradisional disebut ulama atau kyai. Lulusan lembaga ini menempati posisi penting dalam kegiatan dan institusi kegamaan, mulai dari imam salat sampai dengan pemberi fatwa (mufti), hampir di seluruh pelosok negeri. Bahkan tidak sedikit dari mereka tampil dalam kepemimpinan nasional dengan reputasi keilmuan, politik, dan kepribadian yang disegani.
5. Namun demikian, harus disadari bahwa pada abad ke-21 ini, nilai-nilai yang selama ini dipertahankan oleh pesantren harus berhadapan dengan nilai-nilai baru yang dalam beberapa hal tidak sejalan dengan nilai dasarnya.

B. TRADISI KEULAMAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Pola reproduksi ulama bergantung pada tradisi kesarjanaan Islam (Islamic scholarship) yang tidak lain merupakan proses pendidikan tingkat tinggi. Kemampuan pesantren melahirkan ulama menunjukkan bahwa lembaga pendidikan ini memiliki tradisi akademiknya sendiri. Perjalanan pendidikan di pesantren memakan waktu bertahun-tahun yang menunjukkan adanya pendakian keilmuan dari satu tahap ke tahap lain yang lebih tinggi.
2. Keberadaan tradisi kesarjanaan dalam pendidikan pesantren ditandai oleh beberapa hal. Pertama, adanya tahapan-tahapan materi keilmuan mulai dari ilmu akhlak, ilmu alat, ilmu diniyyah, dan ilmu hikmah. Kedua, adanya hirarki kitab-kitab yang menjadi bahan kajian di pesantren, yang pada umumnya dimulai dari khulasah, matan sampai dengan syarh yang bervariasi. Ketiga, adanya hirarki kesarjanaan antara kyai-murid dan kyai guru (intellectual chain) yang menunjukkan tingkat kelayakan masing-masing dalam memberikan pengajaran. Keempat, adanya metodologi pengajaran yang bervariasi mulai dari pola terpimpin seperti bandungan dan sorogan, sampai dengan pola mandiri dan ekspressif seperti muthala’ah, musyawarah, dan bahtsul masa’il. Dan kelima, adanya jaringan pesantren yang menggambarkan tingkatan-tingkatan pesantren, mulai dari pesantren tingkat permulaan sampai dengan pesantren takhassus yang hanya bisa diikuti oleh mahasantri yang sudah melampaui tahapan kajian-kajian dasar dan umum.
3. Dengan tradisi akademik di atas, pesantren melahirkan lulusan yang memiliki ciri-ciri kesarjanaan yang khas. Pertama, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan yang tinggi disertai kemampuan mengkaji kitab-kitab klasik berbahasa Arab. Kedua, penampilan sikap hidup yang salih disertai dengan kemampuan mengerjakan amalan amalan ritual keagamaan. Dan ketiga, perhatian yang intens terhadap kehidupan umat disertai dengan kesanggupan terlibat langsung dalam masyarakat melalui pendirian lembaga-lembaga sosial keagamaan seperti pesantren dan majelis taklim.
4. Pengembangan tradisi akademik pesantren dilakukan dengan pola yang bervariasi. Pertama, pola pengembangan genuine, yakni meningkatkan program-program kajian takhassus yang sudah berjalan dengan meningkatkan mutu pengajar. Kedua, pola pengembangan terpadu, dengan membuka lembaga perguruan tinggi agama Islam di lingkungan pesantren. Ketiga, pola pengembangan transformatif, dengan mengembangkan serangkaian kajian berkala sebagaimana dilakukan oleh banyak LSM yang bergerak dalam kegiatan sosial keagamaan. Dan keempat, pola pengembangan yang dilakukan dengan pendirian lembaga Ma’had Aly.

C. MA’HAD ALY
1. Ma’had Aly merupakan salah satu bentuk usaha pelembagaan tradisi akademik pesantren, yang dilakukan sekitar dua dekade yang lalu. Cikal bakal pelembagaan ini adalah program-program kajian takhassus yang sudah berkembang berpuluh-puluh tahun di lingkungan pesantren. Pembentukan Ma’had Aly dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren tingkat tinggi yang mampu melahirkan ulama di tengah-tengah kamajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Disamping mempertahankan tradisi keilmuan yang sudah menjadi ciri khas pesantren bertahun-tahun, Ma’had Aly juga berusaha melakukan pembaharuan dalam kurikulum dan metodologi pengajaran.
2. Meskipun tekanan tetap diberikan pada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum Ma’hadAly mencakup juga ilmu-ilmu umum seperti sosiologi, antropologi, dan filsafat. Dalam hal pengajaran ilmu-ilmu keagamaan, kurikulum disusun berdasarkan pendekatan disipliner seperti fiqh, ushul fiqh, tafsir, ilmu tafsir, hadits, ilmu hadits, tasawwuf, dll, yang dikombinasikan dengan penggunaan kitab-kitab tingkat tinggi dalam tradisi pendidikan pesantren. Rujukan dan bacaan dalam ilmu-ilmu keagamaan juga diperluas dengan kitab-kitab yang ditulis ulama-ulama modern. Sementara itu, muatan ilmu-ilmu umum diberikan sebagai dasar dan pengenalan untuk memperkaya wawasan dan mempertajam analisis dan perbandingan (komparasi). Pendalaman dan pengembangan lebih jauh dalam ilmu-ilmu umum ini diserahkan pada proses belajar mandiri.
3. Dalam proses pembelajaran, Ma’had Aly menggunakan metodologi pengajaran yang memberi kesempatan kepada para peserta untuk berekspressi. Di antara metode-metode yang sering digunakan adalah diskusi, seminar, dan penulisan laporan kepustakaan. Pengajar pada Ma’had Aly lebih berperan sebagai pembimbing, pengarah, dan fasilitator, sementara para peserta dituntut untuk aktif dan berinisiatif sendiri dalam mengembangkan pemahaman-pemahaman keagamaan. Untuk kepentingan ini Ma’had Aly pada umumnya dilengkapi dengan perpustakaan yang menyediakan literatur-literatur keagamaan yang bervariasi.
4. Dewasa ini beberapa pesantren telah membuka Ma’had Aly sebagai lembaga atau jenjang yang berdiri sendiri. Beberapa di antaranya adalah Ma’had Aly di pesantren Asembagus Situbondo, Ma’hadAly di pesantren KrapyakYogyakarta, dan Ma’hadAly di pesantren Ciamis. Usaha-usaha rintisan untuk mendirikan Ma’had Aly tengah dilakukan oleh sejumlah pesantren, baik di Jawa maupun luar Jawa. Tenaga-tenaga pengajar Ma’had Aly pada umumnya sarjana-sarjana lulusan Timur Tengah, dengan latarbelakang pesantren yang cukup kuat. Beberapa sarjana dari lingkungan perguruan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri juga dilibatkan, khususnya untuk bidang kajian ilmu-ilmu umum dan modern. Dalam pandangan Ma’had Aly agama adalah puncak pencapaian, sedangkan IPTEK adalah salah satu wahana untuk mencapainya.

D. TANTANGAN KEULAMAAN DI INDONESIA
1. Kehidupan masyarakat yang terus berubah dan berkembang berdampak pada pola penganutan keagamaan yang lebih rasional dan fungsional. Kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan fasilitas kehidupan dan sekaligus sistem nilai baru yang menjanjikan. Tuntutan masyarakat akan profesionalisme semakin berkembang dalam berbagai sektor kehidupan. Otoritas ulama dalam bidang keagamaan berhadapan dengan aneka keahlian masyarakat dalam bidang-bidang lain yang lebih pragmatis. Dalam waktu yang bersamaan, perkembangan teknologi informasi telah memudahkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu keagamaan, yang luas dan beragam.
2. Upaya merekonsiliasikan ajaran-ajaran agama dengan nilai-nilai pragmatis yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi agenda utama kaum muslimin sejak awal abad 20. Tujuan pokok dari usaha ini adalah menunjukkan kompitibilitas ajaran Islam terhadap peradaban modern. Di satu sisi diupayakan penyegaran dan pembaharuan pemahaman ajaran agama sejalan dengan perkembangan aktual, dan di sisi lain dilakukan langkah spiritualisasi masyarakat modern agar tidak mengalami kehampaan moral dan mental secara terus menerus.
3. Selain dalam sistem pendidikan pesantren, tradisi kesarjanaan Islam juga berkembang dalam sistem pendidikan yang berbasis persekolahan (modern) yang ditunjukkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya kelembagaan pendidikan tinggi Islam dalam bentuk-bentuk Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, dan Akademi, yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tingkat menengah (Aliyah). Kedua, kurikulum pendidikannya menawarkan kajian keagamaan yang lebih khusus dan mendalam. Ketiga, pendekatan pengajarannya cenderung bersifat kritis dalam bentuk diskusi dan seminar yang merupakan latihan berfikir independen. Keempat, adanya praktik penelitian yang merupakan tahapan untuk mempertajam analisis dan memperdalam penguasaan keilmuan. Dan kelima, tenaga pengajarnya dipersyaratkan memiliki kompetensi akademik tertentu yang lebih kompleks daripada tenaga pengajar pada jenjang pendidikan menengah.
4. Lulusan pendidikan tinggi Islam modern di atas memiliki beberapa ciri. Pertama, secara formal dapat menyandang gelar kesarjanaan diqiaskan dengan jenjang-jenjang akademik, mulai dari strata-1 (sarjana), strata-2 (master), dan strata-3 (doktor). Kedua, penguasaan keilmuan Islam yang cukup tinggi disertai dengan kemampuan menganalisis dan mengkomparasikan melalui penelitian inter-disipliner. Ketiga, pergaulan intelektual yang lebih terbuka disertai dengan kemampuan menulis dan berkomunikasi. Dan keempat, penampilan sikap profesionalisme yang tinggi dengan kesanggupan mengerjakan tugas-tugas kepemimpinan dan administrasi secara modern. Dari sini diharapkan pengakuan predikat/gelar ulama atau kyai dapat diakui oleh dunia ilmu pengetahuan seperti LIPI dan sebagainya bahkan oleh lembaga internasional.
5. Kekhasan alumni Ma’had Aly adalah “jenjang pendidikan formal boleh selesai, namun belajar yang tidak formal tidak pernah selesai”. Oleh karena itu, Mahasantri meskipun telah menyelesaikan strata “doktor” ia terus belajar dan meneliti tanpa berkesudahan sebagai konsekwensi logis seorang ulama.
6. Baik tradisi akademik dalam sistem pendidikan pesantren maupun dalam sistem modern kedua-duanya merupakan wujud dari proses pendidikan Islam tingkat tinggi, yang merupakan kelanjutan dari jenjang-jenjang pendidikan tingkat menengah atas (Aliyah). Lulusan dari kedua lembaga tersebut memiliki keahlian ilmu agama yang lebih tinggi daripada kaum muslimin pada umumnya. Pengakuan keulamaan diberikan kepada mereka oleh masyarakat walaupun secara tradisional sebutan ulama lebih banyak dialamatkan kepada lulusan pesantren.
7. Terlepas dari persamaan di atas, kedua sistem akademik itu memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Tradisi akademik pesantren pada dasarnya tidak terlembagakan secara resmi yang terpisah dari proses pendidikan pada umumnya. Hal ini berbeda dengan tradisi akademik modern yang terlembagakan secara khusus dalam bentuk Universitas, Institut, sekolah Tinggi, dan Akademi. Penggunaan istilah Ma’had Aly untuk melembagakan tradisi akademik pesantren pada dasarnya merupakan fenomena kekinian. Perbedaan lain terlihat pada lulusan tradisi akademik pesantren yang tidak bergelar dan tidak memiliki pengaruh resmi seperti halnya gelar kesarjanaan pada lulusan tradisi akademik modern. Tradisi akademik pesantren juga berbeda dengan tradisi akademik modern dalam hal orientasi pengabdian alumninya. Lulusan pesantren sebagian besar mengabdi melalui lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, sementara lulusan tradisi akademik modern mengabdi melalui lembaga-lembaga professional dan pemerintahan.
8. Ma’had Aly dapat berstatus Lembaga atau Program Pengkajian Tingkat Tinggi dalam sistem pendidikan pesantren. Jika diartikan sebagai lembaga, maka secara organisatoris Ma’had Aly berdiri terpisah atau berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan pesantren pada umumnya. Pengelolaannya ditangani oleh kepengurusan tersendiri dan pola pendidikannya didesain dengan rancangan yang khusus. Dalam posisi ini Ma’had Aly berkedudukan sama dengan Perguruan Tinggi di pesantren yang memiliki kekhususannya (pendidikan tinggi khas pesantren). Sementara itu, jika dianggap sebagai program kajian, maka kedudukannya merupakan bagian inheren dalam proses pendidikan pesantren yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan mulai dari tingkat permulaan sampai tingkat tinggi. Sebuah pesantren yang terkenal dengan kajian-kajian takhassus tingkat tinggi dapat dianggap memiliki Ma’had Aly walaupun tidak lembaga khusus yang independen penyelenggaraannya.
9. Sejalan dengan arah dan kebijakan Departemen Agama dalam bidang pengembangan pendidikan tinggi, Ma’had Aly dipandang sebagai salah satu alternatif pendidikan tinggi agama Islam karena kekhususan-kekhususan yang dimilikinya. Di satu sisi, pengembangan Ma’had Aly akan sangat berarti dalam menganekaragamkan kelembagaan pendidikan tinggi sehingga dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang bervariasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sementara itu, di sisi lain, pengembangan Ma’had Aly juga berarti penataan dan pengembangan program akademiknya sedemikian rupa sehingga dapat bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi lain pada umumnya.
Dengan kata lain Ma’had Aly adalah bentuk Pendidikan Tinggi Khas Pesantren yang secara unique berbeda dengan Perguruan Tinggi pada umumnya. Ma’had Aly eksis, tumbuh dan berkembang dalam dunia pesantren.





BAB II
STATUTA MA’HAD ALY

A. PENDAHULUAN
Usaha meningkatkan angka partisipasi dan mutu pendidikan tinggi merupakan tugas semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah berkewajiban mendorong dan membuka peluang yang seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan tinggi sesuai dengan minat, perhatian dan kemampuan yang dimilikinya.
Ma’had Aly pada dasarnya adalah lembaga pendidikan tinggi yang sepenuhnya dirancang dan dikelola oleh masyarakat. Basis Ma’had Aly tidak lain adalah pesantren-pesantren yang terbesar di seluruh wilayah di Indonesia. Berbeda dengan perguruan tinggi pada umumnya, Ma’had Aly selama ini dibiarkan dan diberi kesempatan berkembang atas dasar kemauan dan kesanggupan para pengelolanya. Di satu sisi, hal ini menunjukan kemandirian pesantren yang luar biasa dalam memenuhi kebutuhannya sendiri untuk mencetak ulama. Namun di sisi lain, kenyataan ini menunjukan lemahnya perhatian pemerintah yang masih sangat kurang dalam memberdayakan dan sekaligus mendayagunakan Ma’had.
Dalam rangka transformasi menjadi lembaga pendidikan tinggi yang lebih terbuka, pemerintah mendorong dikembangkannya Ma’had Aly dengan mengacu pada prinsip-prinsip akademik yang modern dan bervisi kedepan. Untuk tujuan ini, diperlukan perhatian Ma’had Aly secara lebih sistematik sehingga mencerminkan pola penyelenggaraan lembaga akademik sebagaimana umumnya tanpa menghilangkan ciri khususnya. Para penyelenggara Ma’had Aly dirangsang untuk membuat statuta Ma’had Aly sehingga dapat dikomunikasikan secara baik dan konseptual, baik kepada pihak intern maupun pihak ekstern.
Penyusunan statuta ini dimaksudkan sebagai panduan bagi penyelenggara Ma’had Aly dalam rangka perencanaan, penyusunan program, pelaksanaan serta evaluasi.

B. KETENTUAN UMUM
Dalam statuta ini yang dimaksudkan dengan :
1. Ma’had Aly adalah lembaga pendidikan ulama tingkat tinggi sebagai lanjutan dari pendidikan dan pengajaran diniyah tingkat Aliyah atau yang sederajat.
2. Pedoman adalah pokok-pokok pedoman penyelenggara Ma’had Aly yang diharapkan untuk dipergunakan sebagai acuan atau panduan untuk merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan program kegiatan serta evaluasi sesuai dengan tujuan Ma’had Aly.


C. DASAR, VISI, MISI, ORIENTASI, TUJUAN DAN FUNGSI
1. Dasar
Ma’had Aly berdasarkan Islam dan Pancasila. Dengan Islam dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan berangkat dari ajaran Islam, dilaksanakan proses pengelolaannya secara Islami dan menuju apa yang diedialkan oleh model-model pendidikan yang Islami, dan dengan Pancasila dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bagi seluruh warga Negara Indonesia.
2. Visi
Visi Ma’had Aly dalam abad 21 ini adalah menjadi salah satu pusat studi Islam di Indonesia. Diyakini sepenuhnya bahwa budaya, karya-karya ulama, cendikiawan dan ilmuan-ilmuan muslim Indonesia mampu menjadi sumber kajian Islam mengiringi pusat-pusat kajian Islam dari Timur Tengah, Eropa, Amerika dan Negara-negara lain yang juga menyimpan sumber-sumber akademik ajaran Islam.
3. Misi
Sesuai dengan visi di atas, maka misi Ma’had Aly adalah Pertama: mengadakan kajian Islam secara Kaffah, dan komprehensip atau holistik agar bangsa dan negara Indonesia mampu menghadapi tantangan zamannya atau mampu hidup terhormat dalam tatanan kehidupan internasional modern tanpa kehilangan jati dirinya. Kedua, Ma’had Aly rnengembangkan sistem Pondok Pesantren yang mampu menjadi sumber pengembangan IPTEKS (ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni) lengkap pemanfaatannya dalam bingkai ajaran Islam. Melalui misi kedua ini, diharapkan Ma’had Aly dapat memberikan sumbangan yang substansial dan konstruktif bagi bangsa dan negara Indonesia secara terus-menerus mencari penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasionalnya.
4. Operasional
Seiring dengan tantangan kehidupan dalam era globalisasi dengan persaingan yang keras dan dinamika yang tinggi, maka orientasi Ma’had Aly dalam abad ke-21 ini tidak lain kecuali harus berorientasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan bagi seluruh kepentingan bangsa dan negara serta agama sebagai konsekuensi logis bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Orientasi ini dimaksudkan untuk mengatasi kecenderungan akhir-akhir ini di mana nilai-nilai kemanusiaan bangsa Indonesia terasa amat terpuruk dan jauh dari nilai Islami.
5. Tujuan
a. Menyiapkan dan mengantarkan mahasantri menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat sebagaimana dicontohkan Rosulullah (siddiq, amanah, tabligh dan fathonah).
b. Mengantar mahasantri jadi cendikiawan dan ilmuan yang memiliki kemauan dan kemampuan professional, terbuka, bertanggungjawab, berdedikasi dan peduli terhadap bangsa dan negara serta berpandangan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.
6. Fungsi
Ma’had Aly mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan
b. Pusat pengkajian dan penelitian dalam rangka pengembangan dan penemuan ilmu pengetahuan.
c. Pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat madani
d. Sebagai agen modernisasi bangsa, negara dan khususnya umat Islam/Ma’had Aly merupakan sumber “studi banding” bagi pengembangan Perguruan Tinggi Umum atau lainnya.

D. ORGANISASI MA’HAD ALY
1. Ma’had Aly diselenggarakan oleh pondok pesantren.
2. Ma’had Aly dipimpin oleh seorang pimpinan Ma’had yang disebut dengan Mudir (direktur)
3. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seorang mudir bisa dibantu oleh wakil mudir yang jumlahnya disesuaikan kebutuhan.
4. Kedudukan mudir dan wakil mudir ditetapkan oleh Majelis Syura setelah mendapat persetujuan dari penyelenggara Ma’had Aly.
5. Majelis Syura adalah Badan Normatif dan perwakilan tinggi dalam Ma’had Aly, yang beranggotakan ulama/kyai, seluruh tenaga pengajar atau mursyid dan berfungsi untuk:
a. Merumuskan kebijakan Akademik Ma’had Aly
b. Merumuskan norma dan tolak ukur penyelenggaraan Ma’had Aly
c. Merumuskan kriteria tenaga pengajar
d. Menilai pertanggungan jawab mudir
e. Memberikan pertimbangan kepada penyelenggara Ma’had Aly tentang calon mudir
6. Majelis Ma’had Aly adalah dewan nasional yang dipimpin oleh seorang ulama senior dan beranggotakan beberapa orang ulama, mursyid, dan pakar sesuai kebutuhan dengan mendapatkan legitimasi dari Menteri Agama. Tugas pokok Majelis Ma’had Aly memberikan pertimbangan kepada Menteri Agama tentang kelayakan pendirian dan penyelenggaran Ma’had Aly.
7. Tenaga pengajar pada Ma’had Aly disebut Mursyid yang diangkat oleh penyelenggara Ma’had Aly.
8. Mursyid Ma’had Aly terdiri dari Mursyid tetap dan Mursyid tidak tetap (visiting professor/al-ustadz az zairy. dli).
9. Peserta didik dalam Ma’had Aly disebut dengan mahasantri.
10. Untuk menjadi peserta didik dalam Ma’hadAly atau mahasantri seseorang harus :
a. Telah lulus rekrutment yang dilaksanakan oleh Ma’had Aly yang bersangkutan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Ma’had Aly.
b. Warga Negara Asing dapat menjadi mahasantri setelah memenuhi persaratan tambahan tertentu.
11. Mahasantri mempunyai hak :
a. Menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk menuntut ilmu sesuai dengan norma dalam lingkungan Ma’had Aly
b. Memperoleh layanan akademik sebaiknya.
c. Memanfaatkan fasilitas Ma’had Aly dalam rangka kelancaran studi,
d. Mendapat bimbingan dari Mursyid yang bertanggung jawab dalam bidang studinya.
e. Memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan studi.
f. Mempunyai hak untuk pindah ke Ma’had Aly lain bilamana memenuhi persyaratan.
12. Mahasantri berkewajiban :
a. Mematuhi semua peraturan yang berlaku pada Ma’had Aly maupun pesantren penyelenggaranya.
b. Ikut memelihara sarana dan prasarana.
c. Ikut serta dalam menanggung biaya penyelenggaraan Ma’had Aly.
d. Menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan Islam.
e. Menjaga kewibawaan Ma’had Aly (almamater).
13. Alumni Ma’had Aly
Adalah seorang yang telah menyelesaikan seluruh beban studi Ma’had Aly melalui ketentuan ujian-ujian yang ditetapkan secara sah dan mendapatkan legalitas kelulusannya.
14. Unit Pelaksana Akademis dan Unit Pelaksana Teknis
UPA dan UPT pada Ma’had Aly ditetapkan oleh Mudir setelah mendapatkan persetujuan Dewan Syura dan Penyelenggara Ma’had Aly.

E. KURIKULUM
1. Pendidikan dan pengajaran Ma’had Aly dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing penyelenggara Ma’had Aly.
2. Kurikulum pada satu Ma’had Aly mencerminkan program akademik dan program profesional untuk mencapai standar kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan Ma’had Aly.
3. Kurikulum dan Silabi disusun dan ditetapkan oleh Ma’had Aly.


F. SISTEM PENGAJARAN
Sistem pengajaran Ma’had Aly diselenggarakan dengan sistem klasikal melalui kegiatan program kurikuler dan kegiatan program ekstra kurikuler. Sistem pembelajaran Ma’had Aly berfokus mengembangkan kemampuan belajar lebih lanjut bagi Mahasantrinya “Belajar bagaimana belajar”.

G. TAHUN AKADEMIK
Tahun akademik penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran Ma’had Aly menyesuaikan dengan program pendidikan dan pengajaran pondok pesantren penyelenggara Ma’had Aly yang bersangkutan.

H. PENILAIAN HASIL STUDI
1. Penilaian terhadap kegiatan kemajuan dan kernampuan Mahasantri dilakukan secara berkala yang berbentuk ujian, pelaksanaan tugas dan pengamatan oleh mursyid.
2. Ujian dapat diselenggarakan melalui tengah semester, ujian akhir dan lain-lain.

I. GELAR AKADEMIK MA’HAD ALY
Sebutan gelar akademik bagi peserta didik diatur oleh Majelis Ma’had Aly, sebagai Dewan Nasional.

J. JENJANG DAN PROFIL LULUSAN MA’HAD ALY
1. Lulusan Ma’had Aly Marhalah Ula diedialkan memiliki wawasan keilmuan yang komprehensif dan metodologi dalam salah satu bidang ilmu keIslaman. Beban dan lama studi pada marhalah ini dapat diqiaskan dengan jenjang strata 1 (satu) pada pendidikan tinggi umum.
2. Lulusan Ma’had Aly Marhalah Wustho diedialkan menguasai wawasan keilmuan yang komprehensif dan metodologi dalam salah satu bidang ilmu keislaman. Dalam hal ini mahasantri mampu menyerap arti pendidikan itu sendiri. Beban dan lama studi pada marhalah ini dapat diqiaskan dengan jenjang strata 2 (dua) pada pendidikan tinggi umum.
3. Lulusan Ma’had Aly Marhalah ‘Ulya diedialkan mampu mengembangkan keilmuannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Beban dan lama studi pada marhalah ini dapat diqiaskan dengan jenjang strata 3 (tiga) pada pendidikan tinggi umum.

K. KEBEBASAN AKADEMIK DAN OTONOMI KEILMUAN
1. Kebebasan Akademik merupakan kebebasan yang dimiliki civitas akademika Ma’had Aly untuk secara mandiri bertanggungjawab dan bermoral dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di Ma’had Aly yang terkait dengan penggalian, pemahaman ilmu dan pengamalan serta pengembangan ilmu-ilmu kelslaman.
2. Otonomi keilmuan adalah kegiatan keilmuan yang berpedoman pada norma dan kaidah agama serta ilmu pengetahuan yang mencakup keterbukaan, bertanggung jawab sepenuh hati dan rahmat bagi semesta alam yang harus ditaati oleh civitas akademika Ma’had Aly.’
3. Akuntabilitas, yaitu Ma’had Aly diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab.
4. Evaluasi diri (self evaluation), yaitu penyelenggara Ma’had Aly melakukan evaluasi setiap periode dalam waktu tertentu 6 hingga 12 bulan sekali sesuai dengan kebutuhan, meliputi seluruh komponen pendidikan dan pengajaran.

L. PEMBIAYAAN DAN OTONOMI PENGELOLAAN
1. Keuangan Ma’had Aly diperoleh dari sumber keuangan mandiri, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri dengan prosedur halal dan sah.
2. Pengelolaan dana Ma’had Aly diatur sesuai dengan peraturan serta kesepakatan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Ma’had Aly.

M. KERJASAMA ANTAR LEMBAGA DAN PERORANGAN
Dalam pelaksanaan kegiatan akademiknya, Ma’had Aly dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, baik dalam maupun luar negeri yang mekanismenya diatur tersendiri sesuai bentuk dan sifat kerjasamanya.

N. PENGAWASAN DAN AKREDITASI
1. Ma’had Aly akan menetapkan tatacara pengawasan mutu dan efisiensi kegiatan yang meliputi kurikulum, mutu dan jumlah tenaga penyelenggara Ma’had Aly, keadaan Mahasantri, pelaksanaan proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, tatalaksana dan administrasi akademik, keuangan secara berkala.
2. Pengawasan ditujukan untuk pengendalian mutu program akademik dan non akademik yang dilakukan oleh Ma’had Aly agar dapat menghasilkan lulusan sebagaimana diharapkan dalam profil lulusan.
3. Penilaian sebagaimana dimaksud di atas dilakukan oleh Majelis Ma’had Aly bersama-sama dengan penyelenggara dan tokoh masyarakat serta pengguna jasa Ma’had Aly.
4. Akreditasi, yaitu penilaian dan pengakuan pihak luar  atau para pengguna jasa Ma’had Aly mengenai mutu  Ma’had Aly di semua komponen pendidikannya, terutama model pembelajaran dan kualitas lulusannya. Akreditor dilakukan oleh para ahli di bidang studinya.




O. KODE ETIK DAN PENGHARGAAN
1. Kode Etik
a. Dalam melaksanakan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan mimbar otonomi keilmuan, setiap anggota civitas akademika Ma’had Aly harus bertanggungjawab secara pribadi dan akhirnya tidak merugikan lembaga.
b. Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar dan otonomi keilmuan, diarahkan untuk terwujudnya pemantapan pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam.
c. Ma’had Aly menjunjung tinggi etika akademik dan norma-norma agama Islam yang berarti menghargai hakekat masing-masing ilmu pengetahuan serta pengajaran agama Islam.
d. Etika akademik perlu secara dini ditanamkan pada mahasantri melalui uswatun hasanah, perkuliahan dan lain-lain.
e. Perwujudan kebabasan akademik, kebebasan mimbar dan otonomi keilmuan dan kode etik pada Ma’had Aly ditetapkan oleh majelis Ma’had Aly dan penyelenggara Ma’had Aly.
f. Penyelenggara Ma’had Aly dapat membentuk dewan kehormatan kode etik Ma’had Aly.

2. Penghargaan
a. Untuk menciptakan kondisi tradisi akademik dalam upaya peningkatan pelaksanaan proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, Ma’hadAly memberikan penghargaan kepada setiap individu yang telah terbukti berjasa dan menunjukkan kesetiaan prestasi pada lembaga.
b. Majelis Ma’had Aly dapat memberikan penghargaan atas prestasi dan reputasi Ma’had Aly pada level nasional.
c. Bentuk, syarat dan tatacara penghargaan diatur lebih lanjut dengan ketetapan penyelenggara Ma’had Aly yang bersangkutan dengan mengkonsultasikan lebih dulu kepada Majelis Ma’had Aly.

P. SANKSI
1. Civitas Akademi Ma’had Aly yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Kegiatan-kegiatan civitas akademika Ma’hadAly atas nama pribadi atau kelompok menjadi tanggungjawab pribadi atau kelompok yang bersangkutan dengan seijin mudir.
3. Sanksi terhadap mahasantri, baik dengan alasan akademik maupun non akademik hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara Ma’had Aly setelah mendapat masukan dari Dewan Syura Ma’had Aly dan mudir.
4. Civitas akademika yang mendapat sanksi dimaksud diberi kesempatan membela diri pada forum Dewan Syura.

Q. PENUTUP
1. Semua peraturan yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia tetap berlaku sebagai dasar pijakan peraturan-peraturan yang ditetapkan statuta dan peraturan lain dalam penyelenggaraan Ma’had Aly.
2. Semua peraturan, norma-norma yang berlaku di pesantren dimana Ma’had Aly diselenggarakan tetap masih berlaku sejauh tidak bertentangan dengan kaidah yang ditetapkan baik dalam statuta maupun dalam pokok-pokok pedoman Ma’had Aly.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam statuta ini akan diatur kemudian dengan peraturan sendiri baik oleh Majelis Ma’had Aly maupun oleh penyelenggara Ma’had Aly.



BAB III
PEDOMAN KURIKULUM
PENDIDIKAN MA’HAD ALY

Kurikulum merupakan program pembelajaran atau rencana-rencana belajar untuk mencapai mutu kopetensi akademik dan mutu kompetensi profesional. Dengan standar mutu yang ditetapkan penyelenggara Ma’had Aly yang bersangkutan dan dikonsultasikan dengan Majelis Syuro. Dengan standar mutu akademik dimaksud, lulusan Ma’had Aly memiliki kompetensi sebagai ulama yang dapat menjalankan fungsi keteladanan, kependidikan, penyuluhan pengembangan masyarakat dan pemberi fatwa keagamaan sesuai dengan tantangan zaman.
Secara lebih terperinci, kompetensi diatas terdiri dari kompetensi akademik dan kompetensi professional
1. Perangkat kemampuan akademik meliputi :
a. menguasai sumber-sumber ajaran Islam dan cara mengembangkan kandungan nash secara tekstual dan kontekstual.
b. kemampuan melakukan konsultasi literature al-kutub alqadimah (kitab-kitab salaf) dalam tataran madzhab qauli yang diikuti dengan kemampuan kritik rasional terhadap ungkapan doktrinalnya.
c. kemampuan untuk mengoperasikan dan mengembangkan manhaj al-fikri dan istinbath al-hukum dan nas-nash dalam rangka menjawab masalah-masalah kontemporer.
d. kemampuan untuk mengembangkan pemikiran keislaman yang disertai dengan wawasan keilmuan modern.
2. Perangkat kemampuan profesional adalah kemampuan mentransfer nilai-nilai ajaran Islam baik sécara individual maupun sosial yang meliputi pengelolaan institusi dengan program-programnya.
a. Secara Individual, dapat menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam jiwa dan raganya sehingga mampu bersosialisasi diri di tengah masyarakat.
b. Secara Individual, trampil mentransfer nilai-nilai ajaran agama dalam mengembangkan masyarakat madani dan menjadi ‘motor’ pemberdayaan umat.

A. KARAKTER DAN KOMPONEN KURIKULUM MA’HAD ALY
1. Kurikulum Ma’had Aly bertolak dari beberapa prinsip:
a. Prinsip kesinambungan ajaran, pemikiran, dan tradisi kelslaman dari masa ke masa.
b. Prinsip holistik dalam kajian keIslaman baik secara material maupun metodologikal (usul).
c. Prinsip dinamis dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan zaman.
d. Prinsip gradual dalam penyajian dan pengajarannya sesuai dengan jenjang dan target pendidikan.
e. Prinsip kepribadian sebagai muslim yang kaffah.
f. Berkarya dalam mengembangkan rahmatan lil ‘alamin.
g. Mampu hidup bersama dalam masyarakat madani.

2. Komponen kurikulum Ma’had Aly terdiri dari :
a. Komponen pengkajian tekstual yang merujuk pada al-Qur’an, al-Hadits, dan al-kutub al-mu’tabarah.
b. Komponen pengembangan wawasan substansial yang meliputi disiplin keIslaman dan disiplin umum yang relevan dengan merujuk pada berbagai nadzhab pemikiran dan aneka literature, baik klasik maupun modern. Disiplin keilmuan dimaksud melalui landasan/dasar keilmuan yang kuat (filsafat ilmu) agar mampu memberikan penjelasan ajaran agama secara ilmiah (rasional) dan memiliki pengetahuan agama yang mendasar sesuai dengan tantangan zaman.
c. Komponen ilmu-ilmu alat yang meliputi bahasa, mantiq, dan ilmu usul.

B. PENYUSUNAN KURIKULUM
Ma’had Aly dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing penyelenggara sesuai dengan program dan kekhususan bidang kajian.
a. Kurikulum Ma’had Aly mencerminkan program akademik dan program professional untuk mencapai standar kompetensi yang harus dimiliki lulusan Ma’had Aly.
b. Dalam kurikulum Ma’had Aly, mahasantri diharapkan mampu menguasai bahasa asing (Arab dan atau bahasa Inggris).

C. SISTEM PENGAJARAN
Sistem pengajaran Ma’had Aly diselenggarakan dengan sistem klasikal melalui metode diskusi, seminar, dialog dan penelitian.

D. BAHASA PENGANTAR
Bahasa pengantar di Ma’had Aly adalah bahasa Arab dan bahasa Indonesia.

E. PENILAIAN HASIL STUDI
Penilaian terhadap kegiatan, kemajuan dan kemampuan Mahasantri dilakukan secara berkala yang berbentuk ujian, pelaksanaan tugas dan pengamatan.

F. INDEKS PRESTASI KELULUSAN
Indeks prestasi kelulusan ditetapkan sebagai berikut :
1. Predikat Mumtaz/cumlaude merupakan prestasi kelulusan tertinggi (istimewa) dengan nilai antara 3.50 hingga 4.00.
2. Predikat Jayyid Jiddan merupakan prestasi kelulusan amat baik dengan nilai antara 3.00 hingga 3.49.
3. Predikat Jayyid merupakan prestasi kelulusan baik dengan nilai antara 2.50 hingga 2.99.
4. Predikat Maqbul merupakan prestasi kelulusan sedang dengan nilai antara 2.00 hingga 2.49.
5. Predikat Rasib merupakan tidak lulus antara nilai 0.00 hingga 1.99.


Jakarta, 16 November 2004
Direktur Pendidikan Keagamaan
dan Pondok Pesantren



H. Amin Haedari
NIP. 150216757






KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 284 TAHUN 2001
TENTANG MA’HAD ALY

MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mernenuhi kebutuhan masyarakat akan ulama, diperlukan Lembaga Pendidikan Tinggi untuk keperluan dimaksud;
b. bahwa selama ini belum ada ketentuan yang mengatur tentang Lembaga Pendidikan dimaksud;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir (a) dan (b) diatas, dipandang perlu menerbitkan ketetapan tentang Ma’had Aly.

Mengingat : 1. Mengingat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen yang telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 37 Tahun 2001;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden RI Nomor 38 Tahun 2001;
5. Keputusan Menteri Agama Nomor 44 Tahun 1988 tentang Persyaratan Status Terdaftar, Diakui dan Disamakan Program Strata Satu (S1) Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta;
6. Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1994 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta;
7. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.

Memperhatikan : Hasil-hasil pertemuan tentang Ma’had Aly
1. 01 - 05 Agustus 1995 di Bogor;
2. 10 - 12 Desember 1999 di Surabaya;
3. 05 - 06 Maret 2000 di Surabaya;
4. 23 - 24 September 2000 di Malang;
5. 16 - 18 Desember 2000 di Jakarta.




MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG MA’HAD ALY

Pasal 1
Ma’had Aly adalah Lembaga Pendidikan Ulama Tingkat Tinggi;

Pasal 2
Dasar Ma’had Aly adalah Islam dan Pancasila;

Pasal 3
Visi Ma’had Aly Menjadi Pusat Studi Islam dan Pendidikan Ulama terdepan di Indonesia;

Pasal 4
Misi Ma’had Aly:
a. Mengadakan kajian Islam secara menyeluruh dan utuh atau komprehensive agar bangsa dan negara Indonesia mampu menghadapi tantangan zaman dengan tetap terpijak pada jati dirinya;
b. Mengembangkan sistem pendidikan Pondok Pesantren yang mampu mengembangkan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni), lengkap dengan pemanfaatan dalam bingkai ajaran Islam.

Pasal 5
Orientasi Ma’had Aly:
Ma’had Aly orientasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan serta kepentingan seluruh bangsa sebagai konsekwensi logis dan Rahmatan Lil ‘alamin.

Pasal 6
Tujuan Ma’had Aly:
a. Mengantar santri menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan ideal sebagaimana Rasulullah: Shidiq, Amanah, Tabligh dan karakter Ulama;
b. Memiliki sikap ilmuwan dan keulamaan yang profesional,terbuka, bertanggung jawab, mengabdi pada bangsa dan negara dan berpandangan bahwa Islam untuk semua.

Pasal 7
Fungsi Ma’had Aly:
a. Sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran;
b. Sebagai pelaksana penelitian;
c. Sebagai pelaksana pengabdian pada masyarakat;
d. Menjadi agen modernisasi bangsa dan negara melalui masyarakat madani (Civil Society).
Pasal 8
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Ma’had Aly; selanjutnya diatur dengan Keputusan Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.

Pasal 9
Dalam hal pelaksanaan Visi dan Misi Ma’had Aly bersifat independen.

Pasal 10
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur sendiri sesuai dengan keperluan dan perkembangan.

Keputusan ini berlaku mulai tanggal ditetapkan.


Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 8 Mei 2001


MENTERI AGAMA RI




MUHAMMAD TOLCHAH HASAN

Tembusan :
1. Menteri Sekretaris Negara di Jakarta,
2. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara di Jakarta;
3. Menteri Pendidikan Nasional di Jakarta;
4. Sekjen / Irjen / Para Dirjen / Kabalitbang Agama / Staf Ahli Menteri Agama;
5. Dirbinperta Islam Ditjen Binbaga Islam;
6. Arsip






KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM
NOMOR : E / 179 / 2001
TENTANG
POKOK-POKOK PEDOMAN PENYELENGGARAAN MA’HAD ALY

DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM

Menimbang : bahwa dalam penyelenggaraan kegiatan perencanaan dan pengembangan program serta penyelenggaraan institusional dan operasional Ma’had Aly, dipandang perlu menetapkan pedoman Ma’had Aly, dipandang perlu menetapkan pedoman penyelenggaraan Ma’had Aly sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor : 284 Tahun 2001.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen;
4. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama yang telah diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 75 Tahun 1984;
5. Keputusan Menteri Agama Nomor 44 Tahun 1988 tentang Persyaratan Status Terdaftar, Diakui dan Disamakan Program Strata Satu (S1) Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta;
6. Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1994 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta;
7. Keputusan Menteri Agama Nomor 284 Tahun 2001 tentang Ma’had Aly.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINA KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN MA’HAD ALY.

Pertama : Menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Aly sebagai tindak lanjut dari Keputusan menteri Agama Nomor 284 Tahun 2001;

Kedua : Pedoman penyelenggaraan Ma’hadAly sebagaimana diktum di atas, diuraikan dalam lampiran keputusan ini;
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan : di Jakarta
Pada tanggal : 14 Juni 2001


DIREKTUR JENDERAL




Dr. H. HUSNI RAHIM
NIP. 150060369

Tembusan :
1. Menteri Agama Republik Indonesia;
2. Inspektur Jenderal Departemen Agama;
3. Direktur Jenderal di Lingkungan Departemen Agama;
4. Para Direktur di Lingkungan Ditjen Binbaga Islam;
5. Rektor lAIN Seluruh Indonesia;
6. Koordinator KOPERTIS Seluruh Indonesia;
7. Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Seluruh Indonesia;
8. Ketua STAIN Seluruh Indonesia;
9. Majelis Ulama Indonesia.



LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN
KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM NOMOR: E / 179 / 2001 TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN MA’HAD ALY

Pasal 1
DASAR PEMIKIRAN

Pondok Pesantren diakui sebagai sistem lembaga pendidikan yang memiliki akar sejarah yang panjang di Indonesia dengan ciri-cirinya yang khas. Keberadaannya hingga dewasa ini masih tetap berdiri kokoh di tengah-tengah masyarakat. Hal ini masih menampakkan keaslian, kebhinekaan dan kemandiriannya walaupun usianya setua proses islamisasi di negeri ini. Lebih dari itu pondok pesantren mampu memperlihatkan dinamika perkembangan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa mayoritas bangsa Indonesia adalah penganut agama Islam, oleh karena itu pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu keislaman merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidpan mayoritas bangsa ini sebagai wahana pengembangan kualitas hidup keberagamannya. Di sinilah posisi pondok pesantren sangat strategis untuk kebutuhan tersebut.
Jumlah santri yang cenderung bertambah tiap tahun, menunjukkan betapa lembaga pendidikan pondok pesantren memerlukan manajernen yang profesional dimana seorang figur pokok selama ini menjadi tumpuannya. Dalam kenyataannya tidak seluruh alumni santri pondok pesantren secara langsung terjun di masyarakat. Para alumni memilih untuk meneruskan tafaqquh fiddin sebagai bekal dirinya, baik dalam rangka peningkatan manajemen pondok pesantren yang profesional maupun peningkatan kualitas keilmuannya.
Ma’had Aly dalam konteks kepesantrenan di Indonesia bisa digolongkan sebagai wacana baru. Ma’had Aly ini merupakan bentuk perwujudan dari kesadaran para ahli pendidikan agama, khususnya yang memperhatikan masalah pesantren, mengenai perlunya penanganan pendidikan secara optimal agar dapat menghasilkan alumni yang profesional dan proaktif terhadap peluang dan tantangan.
Mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa pertemuan telah dilaksanakan dengan melibatkan Departernen Agama, para Ulama/Kyai dan beberapa pihak baik secara kelembagaan maupun perseorangan dalam rangka melahirkan suatu wadah studi lebih lanjut bagi para santri. Dari beberapa pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan bahwa lembaga pendidikan yang lebih tepat sebagai wadah studi lanjutan tersebut adalah Ma’had Aly.
Ma’had Aly sebagaimana dimaksudkan di atas berupaya menjadi pusat pengkajian pengembangan ilmu-ilmu keislaman yang tetap memelihara ciri kepesantrenannya dalam menyiapkan peserta didik menjadi anggota dan panutan masyarakat yang memiliki kualifikasi keilmuan agama Islam, serta memiliki komitmen dengan keilmuan tersebut.
Sebagai pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan perencanaan dan pengembangan program serta penyelenggaraan institusional dan operasional menuju terwujudnya cita-cita luhur Ma’had Aly, maka berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT disusunlah Pokok-pokok Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Aly sebagai berikut


Pasal 2
KETENTUAN UMUM

Dalam Pokok-pokok Pedoman ini yang dimaksudkan dengan :
(1) Ma’had Aly adalah lembaga pendidikan ulama tingkat tinggi sebagai kelanjutan dari pendidikan diniyah tingkat Ulya/Madrasah Aliyah dan atau pendidikan sederajat;
(2) Pokok-pokok Pedoman Penyelenggaraan Ma’had Aly adalah pedoman penyelenggaraan kegiatan yang dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan menyelenggarakan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan Ma’had Aly.

Pasal 3
DASAR, VISI, MISI, ORIENTASI, TUJUAN, DAN FUNGSI

A. Dasar
Ma’had Aly berdasarkan Islam dan pancasila. Dengan dasar Islam dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan berangkat (point of Departue) dari ajaran Islam, dilaksanakan (Proses Pengelolaannya) secara Islami (syarat-syarat nilai-nilai Islam) dan menuju apa yang diidealkan oleh model pendidikan yang Islami (point of arrival). Dengan ajaran Islam dimaksud sebagai sumber utama dalam penyelenggaraan dan pengembangan Ma’had Aly, sedangkan sumber turunannya adalah karya-karya ulama, Ilmuan, Sejarah, budaya, dan pengalaman bermasyarakat, berbangsa dan benegara yang unik, berharga monumental serta layak (patut) untuk dijadikan sumber penyelenggaraan dan pengembangan Ma’had Aly dengan Dasar Pancasila dimaksud bahwa Ma’had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi seluruh warga Indonesia.

B. Visi
Visi Ma’had Aly dalam abad 21 ini adalah menjadi salah satu pusat studi Islam di Indonesia. Diyakini sepenuhnya bahwa budaya, karya-karya ulama, cendekiawan dan ilmuan-ilmuan Muslim Indonesia mampu menjadi sumber kajian Islam mengiringi pusat-pusat kajian Islam dari Timur Tengah, Eropa, Amerika dan negara-negara lain yang juga menyimpan sumber-sumber akademik ajaran Islam.

C. Misi
Seiring dengan visi di atas, maka misi Ma’had Aly adalah pertama-tama mengadakan kajian Islam secara menyeluruh, utuh dan komprehensip atau wholistic agar bangsa dan negara Indonesia mampu menghadapi zamannya atau mampu hidup terhormat dalam tatanan kehidupan internasional modern (global) tanpa kehilangan jati dirinya. Kedua Ma’had Aly mengembangkan IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) lengkap pemanfaatannya dalam bingkai ajaran Islam melalui misi kedua ini diharapkan sistem pendidikan pondok pesantren dapat memberikan sumbangan yang substansional dan konstruktif bagi bangsa dan negara Indonesia yang secara terus-menerus mencari penyempurnaan sistem Pendidikan Nasional.
D. Orientasi
Seiring dengan tantangan kehidupan dalam era globalisasi dengan persaingan yang keras dan dinamika kehidupan yang tinggi, maka Orientasi Ma’had Aly dalam abad 21 ini tidak dapat lain kecuali harus berorietasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan bagi seluruh kepentingan bangsa dan negara sebagai konsekuensi logis bahwa Islam adalah untuk semua. Rahmatan lil alamin. Orientasi ini dimaksudkan untuk mengatasi kecenderungan akhir-akhir ini dimana nilai-nilai kemanusiaan bangsa Indonesia terasa sangat terpuruk dan jauh dari nilai-nilai Islam.

E. Tujuan
Pertama, Ma’had Aly mengantar santri menjadi ulama yang memiliki sifat-sifat kepemimpinan ideal sebagaimana dicontohkan Rasulullah; Shidiq, amanah, tabligh dan fathonah yang diimplementasikan dalam karakter ulama. Disadari sepenuhnya bahwa keempat sifat kepemimpinan ideal tersebut, mungkin hanya dapat dicapai Rasulullah secara sempurna. Namun Ma’had Aly harus terus-menerus mendorong santrinya menuju kearah sifat-sifat tersebut. Kedua Ma’had Aly mengantar santri menjadi cendekiawan dan ilmuan yang memiliki kemauan dan kemampuan profesional, terbuka, bertanggung jawab, berdedikasi dan peduli terhadap bangsa dan negara, serta berpandangan bahwa Islam adalah Rahmatan Lil Alamin.

F. Fungsi
Sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi, maka fungsi Ma’had Aly adalah :
(1) Melaksanakan Tri Dharma Pendidikan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
(2) Menjadi agen modernisasi bangsa dan negara dalam wadah masyarakat madani atau civil society.

Pasal 4
ORGANISASI MA’HAD ALY

(1) Ma’had Aly diselenggarakan oleh pondok pesantren.
(2) Ma’had Aly dipimpin oleh seorang mudir.
(3) Mudir dibantu oleh majelis syuro yang beranggotakan para mursyid dan berfungsi sebagai Dewan Pertimbangan yang ditetapkan oleh penyelenggara Ma’had Aly.
(4) Tenaga pengajar pada Ma’had Aly disebut mursyid.
(5) Peserta didik pada Ma’had Aly disebut santri.
(6) Majelis Ma’had Aly adalah dewan nasional yang dipimpin oleh seorang ulama senior yang beranggotakan beberapa orang Ulama, Mursyid dan pakar yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan tugas-tugas pokok memberi pertimbangan kelayakan pendirian Ma’had Aly kepada Menteri Agama.
(7) Menteri Agama rnenetapkan pendirian Ma’had Aly.



Pasal 5
JENIS, JENJANG DAN POLA PENDIDIKAN

(1) Jenis pendidikan dan pengajaran pada Ma’had Aly adalah pendidikan akademi dan pendidikan profesional.
(2) Jenjang pendidikan dan pengajaran Ma’had Aly adalah:
Ma’had Aly Marhalah Ula.
Ma’had Aly Marhalah Wustha
Ma’had Aly Marhalah Ulya.
(3) Pola pendidikan dan pengajaran Ma’had Aly dapat bersifat formal maupun non formal yang diselenggarakan melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.

Pasal 6
KURIKULUM

(1) Kurikulum Ma’had Aly adalah seperangkat rencana pendidikan yang berisi cita-cita pendidikan yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pada Ma’had Aly.
(2) Penyusunan Kurikulum  Ma’had Aly merupakan hak otonomi masing-masing Ma’had Aly yang dilakukan dengan tetap memelihara ciri kepesantrenannya serta mampu mengantisipasi perkembangan masyarakat, tuntunan ilmu pengetahuan dan perkembangan kehidupan beragama.

Pasal 7
KEBEBASAN AKADEMI DAN OTONOMI KEILMUAN

(1) Kebebasan akademi merupakan kebebasan yang dimiliki oleh civitas akademi Ma’had Aly untuk secara mandiri bertanggung jawab dan bermoral dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam Ma’had Aly yang terkait dengan penggalian, pemahaman dan ilmu-ilmu keislaman (Bernilai Islam);
(2) Otonomi keilmuan adalah kegiatan keilmuan yang berpedoman pada norma dan kaidah agama serta ilmu pengetahuan yang mencakup keterbukaan, bertanggungjawab, kesepenuhhatian, dan rahmat bagi semesta alam yang harus ditaati oleh civitas akademika Ma’had Aly.

Pasal 8
PEMBIAYAAN DAN OTONOMI PENGELOLAAN

(1) Keuangan Ma’had Aly diperoleh dari sumber keuangan mandiri, masyarakat pemerintah dan lembaga-lembaga lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
(2) Pengelolaan dana Ma’had Aly diatur sesuai dengan peraturan serta kesepakatan yang ditetapkan oleh penyelenggara Ma’had Aly.

Pasal 9
PENYELENGGARAAN MA’HAD ALY

(1) Semua peraturan yang berlaku di wilayah Indonesia tetap berlaku sebagai dasar pijakan peraturan-peraturan yang ditetapkan Pokok-Pokok Pedoman;
(2) Semua peraturan, norma-norma yang berlaku di pesantren masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dengan kaidah yang ditetapkan dalam Pokok-pokok Pedoman

Pasal 10
PENUTUP

Perubahan Pokok-pokok penyelenggaraan Ma’had Aly ini hanya dapat dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari majelis Ma’had Aly.


Jakarta, 14 Juni 2001



Dr. H. HUSNI RAHIM
NIP. 150060369



Daftar Pondok Pesantren Penyelenggara Ma’had Aly

1. PP. Thawalib Parabek Sumatera Barat
2. PP. Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon Jawa Barat
3. PP. Darussalam Ciamis Jawa Barat
4. PP. Tegairejo Magelang Jawa Tengah
5. PP. Maslakul Huda Ien Pati Jawa Tengah
6. PP. al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap Jawa Tengah
7. PP. al-Hikmah Benda Sirampog Brebes Jawa Tengab
8. PP. A1-Mukmin Ngruki Solo Jawa Tengah
9. PP. al-Munawwir Krapyak Yogyakarta
10. PP. al-Muhsin Aji Mahasiswa Krapyak Yogyakarta
11. PP. Salafi’iyyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur
12. PP. Mambaul Ulum Denanyar Jombang Jawa Timur
13. PP. Sidogiri Pasuruan.Jawa Timur
14. PP. Hidayatul Mubtadi’en Lirboyo Kediri Jawa Timur
15. PP. Mahasiswa STAIN Malang Jawa Timur
16. PP. al-Amin Prenduan Sumenep Madura Jawa Timur
17. PP. al-Ishlahuddiny Kediri Lombok Barat NTB
18. PP. Nurul Hakim Kediri Lombok Barat NTB
19. PP. As adiyah Sengkang Wajo Sulawesi Selatan
20. PP. DDI Mangkoso Sulawesi Selatan