Tulisan ini merupakan akumulasi dari beberapa ulasan dari teman-teman blogger lain yang mewakili pendapat saya juga. Namun yang harus digaris bawahi adalah buku ini bukan sebuah tutorial menjadi apatis ya, tapi lebih ke bagaimana cara menghargai diri sendiri. Kalau diminta rate 1-10 tentang buku ini, saya kasih 9. Sangat recommended buat pecinta buku atau siapapun yang ingin mendalami tentang pengembangan diri.
Kenapa? Karena ini buku antimainstream. Disaat buku self improvment biasanya berisikan motivasi-motivasi yang intinya “Anda Bisa!”, “Sukses itu mudah”, “Hidupmu baik-baik saja!” dan segala bentuk dukungan yang mengajak kita untuk berpikir positif atau memandang dunia ini dengan kacamata yang positif.Namun tidak dengan buku ini. Buku ini mengajarkan kepada kita bahwa hidup ini penuh masalah, sulit, menderita dan banyak hal negatif di dalamnya. Bagaimana itu? nanti kita bahas.
Jadi… Buku ini aslinya berjudul The Subtle Art of Not Giving F*ck yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia ‘Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat’ ditulis oleh blogger kenamaan Mark Manson. Salah satu jenis buku pengembangan diri (self improvement) dan terlaris versi New York Times dan Globe and Mail. Terlihat dari judulnya juga, buku ini ditujukan untuk dewasa (17+), karena gaya bahasa yang digunakan disajikan secara agak kasar dan tidak selayaknya untuk dibaca anak-anak. Bahasanya pun cukup berat bagi mereka, karena diiringi dengan beberapa fakta mengejutkan berbentuk sebuah kisah beberapa tokoh dan kisah pengalaman sang penulis, terkait materi yang akan dibahas (Kadang saya pun ngahuleng tarik dulu untuk benar-benar memahaminya karena ada beberapa kalimat sarkasm).
Berbicara mengenai sikap bodo amat, disini bukan berarti kita tidak peduli atau masa bodoh akan sesuatu, tetapi kita hanya perlu memilih dan memilah mana saja bagian-bagian yang layak untuk kita pedulikan. Pasalnya, secara mendasar kita sebagai makhluk hidup secara biologis akan selalu memedulikan sesuatu, dan tidak ada yang namanya masa bodoh, itulah fakta kehidupan. Pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah; Apa yang kita pedulikan? Hal apa yang kita pilih? Bagaimana cara kita bersikap masa bodoh pada hal yang tidak ada maknanya?
Berdasarkan hal itu, Mark membagikan tiga seni dalam bersikap bodo amat, diantaranya:
1. Masa Bodoh Berarti Nyaman Saat Menjadi Berbeda
‘Masa bodoh’ disini bukan berarti bersikap acuh tak acuh, tapi sebisa mungkin dapat menerima sosok atau kehidupan kita sendiri apa adanya, dengan kata lain nyaman menjadi berbeda, semacam kekaleman yang tidak tergoyahkan oleh apapun, meskipun dipandang orang lain “apasih”, tapi, ya, itu tetap dihadapi dan dinikmati, bukan untuk dihindari. Kalau saya memaknai ini dengan “how to love yourself”, gimana caranya menghargai diri sendiri apapun kondisinya, dibanding memaksakan diri agar terlihat lebih baik dimata orang lain. Intinya adalah bukan menghindari kesulitan. Namunmenemukan hal sulit yang bisa anda hadapi dan nikmati.
Misal nih ya, ketika teman-teman saya yang lain sibuk ngerjain TA, saya malah nulis postingan ini –yang mungkin bagi sebagian orang gak penting– atau memandang sesuatu yang saya kerjakan ini “buat apasih?”, “gak akan ngaruh-ngaruh juga buat orang lain”, “mending ngerjain TA daripada ngerjain beginian”. It’s oke, itu pendapat yang tidak bisa dihindari, saya harus hadapi dan nikmati.
Caranya? Dengan tetap menulis postingan ini. Because I love blogging, i write it. Bodo amat apa kata orang tentang kerjaan saya ini, saya tetap nulis. Sebab dengan itulah saya menghargai diri sendiri, saya merasa jadi orang berdaya ketika menulis, walaupun kadang tulisan saya gak penting-penting amat. Tapi ya itulah cara mencintai diri sendiri.
Mereka yang lebih sering terganggu atau peduli dengan perkataan orang lain terhadap dirinya dalam berbagai hal, akan berusaha sebaik mungkin menampilkan sosok yang spesial atau istimewa. Nah, kalau seni bodo amat ini lebih kepada “menerima diri apa adanya”, kalau teman-teman yang lain sudah seminar, bahkan wisuda, ya it’s oke. Orang bodo amat akan tetap menjalankan hobi menulisnya, sedangkan orang yang tidak bodo amat “akan berusaha sesuai permintaan pasar”. Karena orang lain sudah seminar, kemudian kepanasan jadi rusuh sendiri ngebet seminar karena ingin menyamakan diri kita seperti umumnya. Hal itu di trigger oleh pemikiran bahwa “kita harus bisa seperti mereka”. Padahal dalam seni bodo amat tidak begitu.
Berarti TA nya diabaikan dong Nif?
Oh tidak juga. Jawabannya ada di point berikutnya.
2. Harus Peduli pada Sesuatu yang Jauh Lebih Penting
Secara tidak sadar mungkin kita memberikan perhatian berlebih terhadap hal sepele dan membuat kita gusar, sepertiYour ex-boyfriend's new Facebook picture,atau How quickly the batteries die in the TV remote. Hal tersebut telah mencuri perhatian kita, sehingga kita tidak punya sesuatu yang layak dikerjakan dalam hidup, dan itulah masalah sesungguhnya,not your ex-boyfriend or the TV remote.
Sehingga, cara yang paling tepat untuk memanfaatkan waktu dan tenaga kita adalah dengan menemukan/memilih sesuatu yang penting dan bermakna untuk hidup kita. In my opinion, saya memang milih menyelesaikan postingan ini, namun tidak lantas melupakan kewajiban saya mengerjakan TA. (Ini sesuai kondisi masing-masing individu ya).
Lah, kenapa lebih milih nge-blog daripada TA?
Dengan nge-blog, saya bisa belajar segala keilmuan, bahkan bisa menunjang TA saya juga. Tapi intinya saya tidak melupakan TA, ketika saya mood ngerjain TA, ya kerjain TA. Ketika saya mood nge-blog, ya nge-blog. Karena bekerja dengan kebahagiaan itu hasilnya lebih maksimal. Simple sih, jangan nyiksa diri.
Bagi saya, itu cara yang paling produktif untuk memanfaatkan waktu dan tenaga. Karena jika tidak menemukan sesuatu yang penuh arti, perhatian anda akan tercurah untuk hal-hal tanpa makna dan sembrono. So, mau mengerjakan apapun, temukan dulu arti itu !
3. Tanpa Sadar Kita Selalu Memilih Suatu Hal untuk Diperhatikan
Kita dilahirkan untuk selalu peduli atau risau terhadap banyak hal, baik saat kecil, remaja hingga dewasa. Namun, sejak beranjak dewasa kita mulai memperhatikan sebagian hal yang hanya berdampak kecil dalam hidup kita, didukung berdasarkan banyak pengalaman yang telah terlewati.
Kalau saya mengambil benang merahnya dalam kehidupan ini, masih nyambung dengan contoh diatas. Misal ketika melihat postingan di Instagram, grup angkatan, teman kita udah seminar, sidang TA, bahkan udah wisuda. Kadang itu mencuri perhatian kita, membuat kita jadi auto panik (panik tapi gak dikerjain-kerjain :p) yang otomatis menambah pikiran serta kegundahan, bukan?
Nah, kalau saya mengimplementasikan seni ini, dengan melihat pointnya: yaitu postingan sebagai alarm pengingat "ayo jangan leyeh-leyeh", namun tidak lantas membuat kita gurung gusuh a.k.a rusuh ngikutin selera pasar tadi. Enjoy the ridekalau kata teman saya.
Saya pernah merasakan dipanasi-panasi dengan pertanyaan "Kapan seminar?" disaat mayoritas teman saya sudah seminar kerja praktek. Apa saya bodo amat? Awalnya engga wkwk. Kepikiran itu terus sampe pusing ke ubun-ubun, tapi kondisinya saat itu saya sedang kerja sambilan nulis-nulis begini. Kemudian saya mikir, "Saya belum mengerjakan laporan KP, karena sedang mengerjakan yang lain". Artinya saya tidak benar-benar mengabaikan itu.
Kemudian keisengan pemikiran saya muncul "Kalau tiba-tiba saya seminar diluar kota gimana ya?". Saya coba aja kirim paper -yang topiknya tidak jauh dari kehidupan sehari hari- ke salah satu event. Dan akhirnya..... saya benar-benar seminar diluar kota!
Apa saya istimewa? Apa saya keren? TIDAK! biasa saja. Itu bermula dari seni bersikap bodo amat. Bodo amat ditanya 'Kapan seminar?', bodo amat mayoritas teman saya sudah seminar, karena saya yakin apa yang saya kerjakan itu ada artinya! Paper yang saya tulis pun merupakan akumulasi dari tulisan-tulisan saya terdahulu, jadi saya tidak benar-benar berusaha menjadi istimewa, semuanya mengalir dan apa adanya. Saya sendiri pun tidak menyangka bisa seminar diluar kota mhehehe.
Kunci untuk kehidupan yang baik, bukan tentang memedulikan lebih banyak hal; tapi tentang memedulikan hal yang sederhana saja, hanya peduli tentang apa yang benar dan mendesak dan penting. -Mark Manson
***
Buku ini tidak seperti kebanyakan buku motivasi lainnya, yang disajikan dengan kata-kata positif penuh semangat dan membangun. Namun buku ini disajikan secara blak-blakan tentang kerasnya hidup dan saya sarankan siap-siap tertampar olehnya. Tamparan yang menyegarkan yang dapat mengembalikan kesadaran kita untuk melanjutkan hidup yang apa adanya.
Ada yang menarik dalam buku ini, Mark memaparkan beberapa nilai umum yang sangat buruk bagi banyak orang, diantaranya; (1) Kenikmatan, (2) Kesuksesan Material, (3) Selalu Benar, dan(4) Tetap Positif. Yap, ternyata sikap selalu berusaha positif bisa menjadi buruk bagi kita, karena justru merupakan suatu bentuk pengelakan terhadap masalah, dan mengekalkan masalah. Padahal, sebenarnya masalah akan membuat hidup kita lebih bermakna dan penting.
“Sekarang ... masyarakat kita saat ini lewat keajaiban budaya konsumen dan media sosial yang giat dijadikan ajang pamer, telah melahirkan generasi manusia yang percaya bahwa memiliki pengalaman-pengalaman negatif ini –rasa cemas, takut, bersalah, dan lain-lain – sangat tidak baik (2018: 7-8)”. Anda cemas dengan kemiskinan anda hari ini, itu tidak baik. Anda kecewa dengan kehidupan anda, itu tidak baik. Anda kecewa dengan ujian hari ini, itu tidak baik. Itulah yang ada hari ini. Semua ketakutan, kecemasan, kekecewaan menurut banyak orang harus dihilangkan, karena itu tidak baik buat anda.
Selain seringnya kita menganggap penderitaan adalah sesuatu yang tidak baik, kita juga terlalu sering memedulikan banyak hal. Menurut Mark Manson (2018: 6), “Ini membuat anda menjadi terlalu terikat pada hal-hal yang dangkal dan palsu, anda membiarkan hidup anda demi mengejar fatamorgana kebahagiaan dan kepuasan”.
Jadi dua sebab itulah (menghindari penderitaan dan terlalu sering memedulikan banyak hal), menjadikan bersikap bodo amat itu penting. Bodo amat dengan penderitaan artinya jangan menghindar seolah-olah anda tidak menderita, dan bodo amat terhadap hal-hal yang menurut kita tidak begitu penting. Ketika ada orang yang bilang kita kurang ini, kurang itu; BODO AMAT.
_
Karena begini, penderitaan itu tidak bisa ditolak. Mau jadi apapun kita, pasti ada menderitanya. Jadi orang kaya juga menderita, ingat menderita disini bukan hanya fisik tapi psikis. Mau jadi orang miskin juga menderita. Mau jadi orang baik juga menderita. Mau jadi orang jahat juga menderita. Mau berkarya dan bekerja juga menderita. Mau diam-diam nggak bekerja juga menderita. Hidup di dunia ini kesimpulannya adalah penuh dengan penderitaan, tidak bahagia, cemas, takut, dan sebagainya.
Oleh karena itu, kata Mark Manson (2018: 81), “Jika penderitaan tidak bisa ditolak, jika permasalahan dalam kehidupan kita tidak dapat dihindari, pertanyaan yang harus kita ajukan bukan ‘bagaimana saya menghentikan penderitaan?’ tapi ‘mengapa saya menderita-demi tujuan apa?’
Setiap orang menikmati apa yang mengenakkan. Setiap orang ingin hidup dengan riang gembira, senang dan mudah, jatuh cinta dan merasakan seks dan hubungan yang luar biasa, terlihat sempurna dan berduit, populer, dihormati dan dikagumi, dan jadi jagoan di lantai dansa, yang membuat kerumunan orang akan terbelah seperti laut merah ketika anda berjalan santai memasuki ruangan.
Setiap orang menginginkannnya. Mudah untuk menginginkannya.
Karena kebahagiaan membutuhkan pejuangan. Kebahagiaan tumbuh dari masalah. Kegembiraan tidak keluar dari tanah seperti bunga aster dan pelangi. Kepenuhan dan makna hidup yang nyata, serius, berumur panjang harus diraih dengan cara memilih dan mengelola medan juang kita sendiri. Entah anda menderita karena rasa cemas dan kesepian atau gangguan kompulsif obsesif atau akibat seorang bos brengsek yang menghancurkan separuh jam kerja anda setiap hari, solusinya terletak pada penerimaan dan keterlibatan aktif atas pengalaman negative tersebut—bukan dengan menghindarinya, bukan pula dengan adanya penyelamat yang datang.
Orang-orang mendambakan fisik yang mengagumkan. Namun anda tidak akan mencapainya kecuali anda sungguh menghargai rasa sakit dan tekanan fisik yang menyertai aktivitas anda di tempat kebugaran jam demi jam, kecuali anda rajin menghitung dan mengkalibrasi makanan yang anda konsumsi, merencanakan hidup anda dalam porsi piring berukuran kecil.
Orang ingin memulai bisnis mereka sendiri. Tapi anda tidak akan menjadi seorang wirausahawan yang sukses kecuali anda mampu menghargai resiko, ketidakpastian, kegagalan yang datang berulang-ulang, investasi waktu gila-gilaan yang mungkin hanya demi sesuatu yang tidak menghasilkan apa pun.
Orang-orang menginginkan pacar, pasangan hidup. Namun anda tidak akan mampu menarik perhatian seseorang yang anda sukai tanpa menghargai goncangan emosional yang disertai penolakan, mengatur ketegangan seksual yang tidak pernah tersalurkan, dan menatap kosong telepon yang tidak pernah bordering. Inilah bagian dari permainan cinta. Anda tidak akan pernah memenangkannya jika anda tidak ikut bermain.
Apa yang menentukan kesuksesan anda bukanlah “apa yang ingin anda nikmati?”, pertanyaan yang relevan adalah “rasa sakit apa yang ingin anda tahan?”, jalan setapak menuju kebahagiaan adalah jalan yang penuh dengan tangisan dan rasa malu.
Anda harus menentukan pilihan. Anda tidak mungkin memiliki hidup yang bebas dari rasa sakit. Hidup tidak bisa selalu mekar seperti mawar, dan fantastis sepertiunicorn. Pertanyaan tentang kenikmatan tergolong mudah karena hampir semua orang punya jawaban serupa.
Pertanyaan yang lebih menarik adalah tentang penderitaaan. Derita apa yang ingin anda hadapi? Itulah pertanyaan sulit yang perlu disadari, pertanyaan yang sebenarnya akan mengantar anda ke suatu tempat. Inilah pertanyaan yang dapat mengubah sebuah sudut pandang, sebuah kehidupan.
Orang-orang mendambakan fisik yang mengagumkan. Namun anda tidak akan mencapainya kecuali anda sungguh menghargai rasa sakit dan tekanan fisik yang menyertai aktivitas anda di tempat kebugaran jam demi jam, kecuali anda rajin menghitung dan mengkalibrasi makanan yang anda konsumsi, merencanakan hidup anda dalam porsi piring berukuran kecil.
Orang ingin memulai bisnis mereka sendiri. Tapi anda tidak akan menjadi seorang wirausahawan yang sukses kecuali anda mampu menghargai resiko, ketidakpastian, kegagalan yang datang berulang-ulang, investasi waktu gila-gilaan yang mungkin hanya demi sesuatu yang tidak menghasilkan apa pun.
Orang-orang menginginkan pacar, pasangan hidup. Namun anda tidak akan mampu menarik perhatian seseorang yang anda sukai tanpa menghargai goncangan emosional yang disertai penolakan, mengatur ketegangan seksual yang tidak pernah tersalurkan, dan menatap kosong telepon yang tidak pernah bordering. Inilah bagian dari permainan cinta. Anda tidak akan pernah memenangkannya jika anda tidak ikut bermain.
Apa yang menentukan kesuksesan anda bukanlah “apa yang ingin anda nikmati?”, pertanyaan yang relevan adalah “rasa sakit apa yang ingin anda tahan?”, jalan setapak menuju kebahagiaan adalah jalan yang penuh dengan tangisan dan rasa malu.
Anda harus menentukan pilihan. Anda tidak mungkin memiliki hidup yang bebas dari rasa sakit. Hidup tidak bisa selalu mekar seperti mawar, dan fantastis sepertiunicorn. Pertanyaan tentang kenikmatan tergolong mudah karena hampir semua orang punya jawaban serupa.
Pertanyaan yang lebih menarik adalah tentang penderitaaan. Derita apa yang ingin anda hadapi? Itulah pertanyaan sulit yang perlu disadari, pertanyaan yang sebenarnya akan mengantar anda ke suatu tempat. Inilah pertanyaan yang dapat mengubah sebuah sudut pandang, sebuah kehidupan.
Ini bukan tentang kekuatan kehendak atau omong kosong tentang keuletan. Ini juga bukan contoh nyata dari ungkapan“no pain, no gain” (“tidak ada yang bisa didapat tanpa perjuangan”). Ini adalah komponen hidup kita yang paling sederhana dan mendasar: perjuangan kita menentukan kesuksesan kita. Permasalahan-permasalahan kita melahirkan kebahagiaan kita, seiring dengan masalah-masalah yang naik levelnya, menjadi semakin baik.
Mark mengatakan, "Ini adalah spiral yang merambat ke atas tanpa pernah selesai. Dan jika anda masih berpikir bahwa anda boleh berhenti mendaki di titik mana pun, saya khawatir anda belum cukup paham. Karena kegembiraannya justru terletak pada pendakian itu sendiri".
Mark mengatakan, "Ini adalah spiral yang merambat ke atas tanpa pernah selesai. Dan jika anda masih berpikir bahwa anda boleh berhenti mendaki di titik mana pun, saya khawatir anda belum cukup paham. Karena kegembiraannya justru terletak pada pendakian itu sendiri".